Kamis, 03 Maret 2011

CERPEN dul abdul rahman: P I N I S I

P I N I S I
Oleh: dul abdul rahman

Sejak kedatangan perahu pinisi dari Tanah Bugis di Pantai Acapulco yang yang akhirnya karam pada awal abad XV, orang-orang Indian yang mendiami kawasan pantai itu mempunyai ritual khusus. Setiap kali mereka melihat benda asing terapung di laut. Mereka akan membuat ritual khusus di pinggir Pantai Acapulco. Ataukah mereka merasakan angin bertiup sangat kencang yang membuat gelombang tinggi di pinggir pantai itu. Ritual mereka adalah berjoget ria sambil mengacung-acungkan senjata mereka mengarah ke laut. Mereka bermaksud mengusir dan menghalau orang-orang yang akan mendekat yang kemudian akan berbuat jahat kepada mereka. Meski dianggap bangsa primitif, tetapi mereka juga adalah bangsa yang akan menghormati tamu yang datang, asalkan tamu tersebut tidak mengganggu mereka.
Masih pagi-pagi buta ketika kepala suku Indian membunyikan terompetnya. Maka tiba-tiba seperti semut orang-orang berdatangan dengan pakaian khas mereka. Ketika berada tepat di Pantai Acapulco, suku Indian berjoget dan berdendang ria sambil mengacung-acungkan berbagai macam senjata mereka ke arah laut.
Terdengar nyanyian khas mereka. Mereka meniru ucapan orang-orang yang mereka anggap aneh dulu yang pertama kali mengunjungi wilayah mereka.
“Ammiriko!”
“Maksikko!”
Sementara itu pimpinan kapal Portugis yang mencoba mendekati pulau itu memperhatikan tingkah orang-orang Indian tersebut. “Tarian dan nyanyian apakah gerangan? Apakah kawasan ini sudah pernah dikunjungi oleh bangsa lain?” Batin Columbus, pimpinan armada Portugis.
“Apa nama tempat ini?” Columbus bertanya kepada anak buahnya. Tak ada anak buahnya yang menyahut karena mereka juga tidak mengetahui nama wilayah itu.
Anak buah Columbus terus memperhatikan tingkah orang-orang Indian yang aneh dan lucu. Mereka asyik mendengar nyanyian suku Indian tanpa peduli dengan pertanyaan pimpinan armada mereka.
“Hohohoooo…Ammiriko!”
“Hohohoooo…Maksikko!”
Melihat anak buahnya asyik memperhatikan tarian suku Indian, Columbus agak berang. Yang paling membuat Columbus jengkel karena anak buahnya juga berteriak-teriak, “Ammiriko! Maksiko!”
Columbus lalu berdiri dan berkacak pinggang di tengah-tengah anak buahnya. “Ammiriko! Maksikko!” Columbus bergumam. Lalu bertanya lagi kepada seorang anak buahnya. “Vespucci! Apakah kamu adalah musuh mereka?”
“Mengapa tuan bertanya begitu pada saya? Sungguh saya tidak mengenal mereka. ini juga pertama kali saya terdampar di pulau ini bersama tuan.”
“Bukankah mereka terus meneriakkan namamu Ammiriko?” Columbus masih berkacak pinggang..
“Tuan Columbus! Mereka menyebut kata ammiriko, bukan namaku Americo.” Jawab Americo Vespucci.
“Ya sama sajalah, Vespucci. Itu hanyalah penyebutan mereka saja.” Columbus menatap Americo Vespucci.
Americo Vespucci terdiam. Ia nampak mengernyitkan alisnya. Ia seperti berpikir keras. Lalu ia menjawab, “Mungkin saja nama benua ini bernama Benua Ammiriko.”
“Hah? Benarkah?” Columbus begitu terkejut dengan jawaban Americo Vespucci. Ia cepat bertanya kembali. “Lalu mengapa mereka juga menyebut nama Maksikko?”
“Mereka mungkin menyebut nama daerah ini, Tuan Columbus.” Jawab Americo Vespucci.
Columbus dan seluruh awak kapal mengangguk-angguk dengan jawaban Americo Vespucci akan makna nyanyian orang-orang Indian tersebut.
Columbus dan seluruh awak kapal memandang tingkah orang-orang Indian dari kejauhan. Tiba-tiba Columbus mengepalkan kedua tangannya sambil berteriak-teriak.
“Eureka!” Kita sudah menemukan benua ini, namanya Benua Ammiriko (baca: Amerika). Pun negara yang kita jumpai ini kita beri nama Maksikko (baca: Meksiko).”
“Eureka!!!” Columbus dan pasukannya terus berteriak-teriak dan bernyanyi riang. Mereka sangat yakin, merekalah orang luar pertama yang berkunjung ke daerah itu.
“Vespucci! Tolong dicatat baik-baik lalu disiarkan ke seluruh dunia bahwa kitalah orang Portugis yang pertama kali berkunjung di daerah ini.”
“Maksud Tuan Columbus?”
“Catat baik-baik bahwa Bangsa Portugis yang pertama kali menemukan benua ini. Ini penting! Jangan sampai orang-orang Eropa lainnya mengklaim bahwa merekalah penemu benua ini. Apalagi sekarang sudah banyak orang Eropa yang melakukan pelayaran, khususnya Bangsa Belanda, Spanyol, Perancis, dan Inggris.”
“Baiklah Tuan Columbus.” Jawab Americo Vespucci.
Sementara mereka berdiskusi bagaimana mengabarkan ke seluruh penjuru dunia tentang penemuan benua baru mereka. Orang-orang Indian semakin banyak berdatangan dengan senjata khas mereka. Mereka terus berteriak-teriak, “Ammiriko! Maksikko!”
“Bagaimana ini? Apakah kita mendarat di pulau ini?” Tanya nakhoda kapal.
“Saya pikir, kita mendarat saja. Kita akan membuat tugu sebagai bukti bahwa kita berhasil mendarat dan menemukan benua ini.” Jawab Americo Vespucci.
“Jangan sekarang! Misi ini sangat berbahaya. Lihatlah! Orang-orang disana terus mengacung-acungkan senjata.” Columbus menatap Americo Vespucci.
“Mungkin itu hanya tarian khas mereka untuk menyambut kita sebagai tamu.” Americo Vespucci menimpali.
“Tapi kita harus berhati-hati, tujuan utama kita bukan di kawasan ini. Kita akan mencari sebuah negeri yang kaya akan rempah-rempah. Negeri ini nun jauh disana (baca: Indonesia).”
Semua terdiam mendengar pernyataan Columbus. Mereka berhayal akan mendarat di sebuah pulau yang kaya akan rempah-rempah. Melihat semua bawahannya terdiam, Columbus melanjutkan pembicaraannya.
“Sebaiknya kita berlayar lagi. Kita akan mencari pulau yang kaya akan rempah-rempah sebagaimana perencanaan kita semula.”
Sebagai komandan pasukan di bawah arahan sang pemimpin utama Columbus, Americo Vespucci tidak berani membantah lagi. Ia cepat memerintahkan nakhoda kapal untuk meninggalkan Pulau Acapulco.
Armada mereka perlahan-lahan meninggalkan pulau itu menuju arah lain. Orang-orang Indian semakin berteriak histeris karena tamu yang disambutnya tidak mendekat. Columbus dan rekan-rekannya pun meladeni ucapan orang-orang Indian yang nampak marah. “Ammiriko! Maksikko!” Kedua kosa kata tersebut terus membahana. Namun sang nakhoda kapal tiba-tiba berteriak, “Ada bangkai kapal di depan kita.”
Columbus dan Americo Vespucci segera melihat ke arah depan. “Benar, ada bangkai perahu yang terdampar di sini.” Teriak Columbus.
“Berarti sudah ada orang yang mendahului kita menemukan benua ini.” Ujar Americo Vespucci.
“Jangan bicara keras-keras Vespucci! Jangan sampai orang-orang itu mengetahui pembicaraan kita. Kalau pun sudah ada orang lain yang lebih duluan mengunjungi atau mendarat di pulau ini, tetapi mereka sudah meninggal dibunuh oleh orang-orang barbar tersebut. Artinya mereka belum mengumumkan ke seluruh dunia bahwa mereka mencapai Benua Ammiriko (baca amerika) ini. Jadi tugas Anda sekarang adalah kabarkan ke seluruh dunia bahwa kita telah menemukan benua baru.”
“Baik Tuan Columbus!”
“Ayo cepat kita tinggalkan pulau ini, lihatlah orang-orang barbar itu semakin ramai, nanti kapal kita karam seperti perahu itu.” Ujar Columbus sambil menunjuk bangkai perahu yang terbuat dari kayu tersebut.
“Qua vadis?” Columbus berteriak-teriak kepada nakhoda kapal. Ia geram karena semestinya kapal memutar haluan, tapi nakoda seolah ingin membawanya ke pinggir Pantai Acapulco.
“Angin bertiup kencang Tuan, kapal kita sepertinya terbawa oleh arus.” Jawab nakhoda kapal.
Columbus dan Americo Vespucci terlihat tegang. Wajahnya memucat, mereka membatin, “Kemungkinan saja perahu yang karam itu karena hempasan angin.”
Seluruh awak kapal yang ditumpangi Columbus terlihat ketakutan karena gelombang yang tinggi perlahan-perlahan menghempaskan mereka ke pinggir pantai, padahal orang-orang Indian terus bernyanyi yang membuat mereka ketakutan. Columbus dan rekan-rekannya tidak mau lagi mengikuti nyanyian orang-orang Indian itu yang terus berteriak, “Ammiriko! Maksikko!”
Di tengah-tengah ketakutan mereka tiba-tiba Americo Vespucci berujar, “Kok lagu-lagu mereka terdengar lain lagi?”
“Ammiriko! Maksikko! Angingmammiri! Pinisi!” Begitulah nyanyian orang-orang Indian.
Tak seorangpun di antara mereka yang mengerti nyanyian orang Indian tersebut. Tapi perlahan-lahan angin mulai reda. Perlahan-lahan pula kapal Columbus meninggalkan Pantai Acapulco. Mereka nampak senang. Lalu di antara awak kapal ada yang berteriak, “Pinisi!”
“Apa maksudmu?” Tanya Columbus.
“Sekedar ungkapan kesenangan saja, Tuan. Bukankah ketika angin berhembus kencang tadi, orang-orang barbar mengucapkan kata itu lalu tiba-tiba angin reda?”
“Mungin kata ‘pinisi’ adalah sebuah mantra agar angin tidak mengamuk?” Columbus mengangguk-angguk.
“Atau bisa saja Pinisi adalah nama perahu yang karam di pantai tersebut.” Ujar Americo Vespucci.”
“Benarkah sudah ada perahu yang bernama Perahu Pinisi pertama kali mengunjungi benua ini?” Ujar seorang awak kapal.
“Hahaha! Itu cuma dongeng belaka! Yang pertama kali menemukan benua ini adalah kita.” Columbus tertawa terbahak-bahak.
“Dongeng? Bukankah ada bukti bangkai perahunya?” Awak kapal tersebut membatin. Ia lebih percaya pada bukti fisik perahu tersebut daripada ucapan Columbus atau Americo Vespucci.
Sementara itu Columbus dan Americo Vespucci terus memikirkan maksud kata pinisi yang diucapkan oleh orang-orang Indian tersebut.
“Vespucci! Mungkin saja ada kaitan antara kata pinisi yang diucapkan oleh orang barbar tersebut dengan nama sebuah bandar di lautan tengan di Italia bernama Venice.” Ujar Columbus.
“Mungkin saja, Tuan. Tapi saya pernah mendengar cerita bahwa Bandar Venica banyak dikunjungi oleh saudagar-saudagar dari berbagai penjuru dunia. Yang paling ramai dibicarakan adalah saudagar-saudagar yang berasal dari benua Asia. Mereka berani menentang lautan hanya dengan perahu yang terbuat dari kayu. Bahkan saudagar-saudagar tersebut membawa rempah-rempah yang sangat kita butuhkan.”
“Hah? Apakah saudagar-saudagar tersebut yang pertama menemukan benua Amerika dan perahu mereka terdampar di Pantai Acapulco?” Columbus resah.
“Bisa saja, Tuan Columbus.”
“Tidak bisa, Vespucci. Benua Amerika ditemukan oleh bangsa Portugis.” Jawab Columbus tegas. Tapi mimiknya resah.

Catatan:
- Ammiriko (Bugis-Makassar) = Bertiup
- Maksikko (Makassar) = Mengikat



Tidak ada komentar:

Posting Komentar