Jumat, 11 Maret 2011

CERPEN dul abdul rahman: RAKSASA LOMPOBATTANG

RAKSASA LOMPOBATTANG
Cerpen: dul abdul rahman

Kabut masih membungkus pagi di Kampung Pulosandi. Tetapi warga terlihat sudah ramai beraktifitas. Nun jauh di sana terlihat halimun masih setia menyelimuti puncak Gunung Lompobattang dan Gunung Bawakaraeng yang masih terlelap. Semalaman memang hujan turun lebat yang membuat kedua puncak gunung yang dikeramatkan oleh warga Sulawesi Selatan tersebut nampak kedinginan. Lalu perlahan-lahan halimun tersingkap kemudian menghilang ketika sang raja siang muncul menyapa kedua puncak gunung tersebut. Sang raja siang dengan sinarnya menepati janjinya untuk selalu membangunkan kedua raksasa yang setia tidur berdampingan selama ribuan tahun.
Warga di Kampung Pulosandi percaya bahwa mereka harus bangun sebelum matahari membangunkan Raksasa Lompobattang. Menurut kepercayaan mereka yang diwariskan secara turun temurun, apabila mereka didahului bangun oleh Raksasa Lompobattang, maka rezekinya akan menghilang diambil oleh Raksasa Lompobattang tersebut.
Konon, Gunung Lompobattang pada mulanya adalah seorang raksasa sakti yang berperut besar. Raksasa itu sangat kejam. Ia selalu memangsa manusia dan semua hasil tanaman yang ada di wilayah kekuasaannya. Pada suatu ketika Raksasa Lompobattang terlalu kekenyangan dan sangat mengantuk. Lalu raksasa itu tertidur dan hanya akan terbangun sebentar mencari makanan bersama munculnya matahari pagi. Ketika matahari naik sepenggalah maka raksasa itu tertidur kembali. Tapi sebelum tertidur, raksasa lompo battang1 tersebut bersumpah tidak mau lagi memakan daging manusia. Raksasa itu hanya akan memakan hasil tanaman manusia, tetapi raksasa tersebut hanya akan memakan tanaman yang tidak dijaga oleh pemiliknya. Konon Lompobattang memakan tanaman dengan cara mengambil sumange2 tanaman tersebut sehingga tanaman tersebut tidak berbuah dengan baik. Bila Raksasa Lompobattang telah mengambil sumange buah semangka maka buah itu tidak terasa manis lagi, ataukah kalau Lompobattang telah mengambil sumange padi maka bulir-bulir padi tidak padat berisi. Bahkan bila Lompobattang mengambil sumange pohon pisang, maka daun pisang itu langsung memerah kemudian mati, bila pisang sudah berbuah maka buahnya akan menjadi layu, atau warga setempat menyebutnya utti ujaneng3
Warga tidaklah terlalu khawatir dengan kepercayaan akan datangnya raksasa yang akan mengganggu tanaman setiap pagi tersebut, karena mereka adalah pemeluk Islam yang taat yang harus bangun di awal pagi untuk menunaikan sholat Subuh. Maka sesudah menunaikan shalat Subuh, warga langsung beraktifitas seolah berebutan menyambut munculnya matahari dan Raksasa Lompobattang yang datang menawarkan sumange kehidupan. Warga memang juga percaya bahwa Lompobattang juga adalah raksasa yang baik, bila pagi-pagi sekali ingin mengambil sumange tanaman petani, tetapi petani tersebut sudah ada di kebunnya maka sebaliknya Lompobattang akan memberikan tambahan sumange untuk tanaman tersebut.
Pagi yang sejuk kali itu aktifitas warga Kampung Pulosandi terlihat lebih ramai daripada hari biasanya. Hari itu memang dianggap hari baik oleh warga petani jagung untuk acara selamatan memulai memanen buah jagung muda.
Salah seorang petani yang terlihat sangat sibuk mempersiapkan acara selamatan tersebut adalah Mappiasse. Ia adalah tokoh masyarakat di kampung itu sekaligus dianggap sebagai orang yang berada.
Hari itu acara selamatan dimulai dari rumah Mappiasse sebagai tokoh masyarakat. Acara itu dipimpin langsung oleh seorang imam kampung. Imam kampung tersebut yang mengunjungi rumah warga secara bergilir untuk memimpin acara dan doa selamatan. Meski warga melakukan acara selamatan di rumah masing-masing tetapi mereka tetap berkumpul dan berbondong-bondong dari rumah ke rumah mengikuti langkah sang imam kampung.
Di rumah Mappiasse terlihat warga bercengkerama sambil menikmati barobbo4 dan jagung muda. Rumah pertama yang mendapat giliran selamatan biasanya memang mendapat proporsi waktu yang lebih besar karena di tempat itulah awal mula menghadirkan dan mendoakan sumange jagung. Bahkan kalau imam kampung tak mampu mengunjungi rumah-rumah warga, maka cukuplah salah satu rumah yang mewakili saja. Tetapi warga selalu ngotot agar rumahnya dikunjungi oleh sang imam dan warga lainnya agar berkah di rumah mereka semakin melimpah ruah.
Setelah berdoa untuk keselamatan warga dan keberhasilan tanaman jagung, imam kampung tersebut bercerita kepada warga.
“Sebaiknya kita harus berjaga-jaga dan waspada di Kampung Pulosandi ini.”
“Ada apa Pak Imam?” Sergah Mappiasse heran.
“Tadi malam saya bermimpi agak aneh yang mungkin sebagai tanda-tanda akan datangnya suatu musibah secara tiba-tiba di kampung kita ini.”
“Musibah?” Koor warga mendengar cerita imam kampung. Tentu saja warga sangat heran dan ketakutan karena mereka yakin bahwa tidak mungkinlah seorang imam berbohong.
“Begini!” Imam kampung berhenti sejenak untuk memperbaiki letak duduknya. Dengan mimik penuh kesungguhan, ia bercerita.
“Dalam mimpi tersebut, saya melihat Gunung Lompobattang menangis tersedu-sedu di hadapan para gunung yang ada di Sulawesi Selatan, ada Gunung Bawakaraeng, Gunung Latimojong, Gunung Bulusaraung, Gunung Baliase, serta gunung-gunung kecil lainnya di Pulau Sulawesi. Ketika Gunung Latimojong bertanya mengapa ia menangis, Gunung Lompobattang menjawab bahwa ia sangat bersedih hati melihat wilayah kekuasaannya berhasil dikuasi oleh raksasa yang lain. Raksasa tersebut sangatlah kejam dan lalim. Pun raksasa tersebut tidak berperikemanusiaan. Tapi Gunung Lompobattang tak bisa melawannya.”
“Siapa raksasa itu?” Mappiasse memintas pembicaraan imam kampung. Sementara hadirin yang lain sangat serius mendengarkan cerita imam kampung yang agak berbau horror tersebut .
“Saya tidak sempat mendengar penjelasan Gunung Lompobattang selanjutnya karena saat itu tiba-tiba saya berlari menuju rumah saya karena rumah saya tersebut dikepung oleh raksasa-raksasa bertopeng dan bersenjata yang akan merobohkannya.”
“Apakah mungkin akan ada raksasa-raksasa bersenjata yang akan menembaki kampung halaman kita?” Seorang warga terlihat serius bertanya.
“Ini hanya sekedar mimpi saja,” jawab imam kampung mencoba meredakan ketegangan dan keingintahuan warga tersebut.
“Tapi bukankah mimpi adalah sebuah tafsir kehidupan, Pak Imam?” Seorang warga lainnya nyeletuk.
“Ya, makanya kita harus berhati-hati dan berjaga-jaga di kampung ini. Kuncinya adalah kita harus bersatu padu. Mali siparappe, rebba sipatokkong, malelu sipakainge. Padaidi padaelo, sipatuo sipatokkong.” (Jika hanyut aku akan menolongmu, jika tumbang aku akan menegakkanmu, jika lupa aku akan menyadarkanmu. Seia sekata saling membantu dan saling memajukan). Mappiasse ikut menjelaskan sambil mengutip pepatah Bugis dari kita lontarak5.
Warga terlihat mengangguk-angguk sambil tersenyum-senyum mendengar penjelasan Mappiasse yang sangat mengena di hati mereka. Kemudian mereka melanjutkan acara selamatan sambil berkeliling dari rumah ke rumah dengan dikomandoi oleh imam kampung dan Mappiasse. Meski dihimpit oleh mimpi ditembaki oleh orang-orang bertopeng dan bersenjata, imam kampung tetap bersemangat mengunjungi rumah-rumah warga, saat-saat seperti itu memang ia mendapatkan tambahan uang karena pada acara selamatan tersebut terdapat lipatan daun waru yang berisikan uang dari yang punya hajatan. Daun waru itu diserahkan oleh yang berhajat kepada sang imam pada saat sang imam selesai membaca doa selamatan. Jumlah uang yang diisikan tergantung pada keikhlasan warga. Tapi sekali lagi imam kampung sangat senang karena warga sangat percaya bahwa semakin banyak ‘keikhlasan’ semakin banyak pula rezeki yang akan datang. Untuk perkara ini imam kampung sangat mendukung kepercayaan warga. Bahkan imam kampung merasa tidak afdal ceramahnya tanpa menyinggung makna keikhlasan dalam kaitan ini.
Meski begitu, kebanyakan warga Kampung Pulosandi terlihat murung karena masih terbawa oleh arus cerita imam kampung. Sebagian warga menyesali imam kampung yang menceritakan mimpinya yang dianggap meresahkan warga Kampung Pulosandi. Tetapi sebagian besar warga senang karena cerita tersebut sebagai peringatan buat mereka untuk lebih berhati-hati dan berjaga-jaga. Bahkan selama perjalanan dari rumah ke rumah, Mappiasse sudah merencanakan akan mengaktifkan kembali ronda malam. Ronda malam memang tidak diaktifkan di kampung itu karena selama itu kampung itu aman dan tenteram. Tak ada pencurian, pun tak ada perselisihan. Warga selalu akur dan tafakur.
“Benarkah Raksasa Lompobattang akan bangkit lagi lalu memporak-porandakan rumah dan tanaman-tanaman kita?” Seorang warga kembali bertanya pada Mappiasse.
Sejenak mereka terdiam. Firasat mereka refleks menangkap sesuatu. Sebagai orang desa, biasanya mereka memiliki indera keenam untuk menangkap sesuatu yang akan merugikan mereka. Lalu Mappiase mencoba memecah kesunyian.
“Raksasa Lompobattang itu…” Mappiasse menghentikan kalimatnya karena semua yang hadir mengalihkan perhatian pada seorang warga yang tiba-tiba berlari ke arah rumah Mappiasse.
“Apa yang terjadi Beddu Rassa?” Tanya Mappiasse.
“Di…di bagian u…u…utara, ke…ke…kebun-kebun jagung milik pe…petani di…dibuldozer.”
“Siapa yang membuldozer?” Warga menatap Beddu Rassa dengan heran.
“Ta…tanah pe…petani di…dibuldozer oleh ee…eeee.”
“Oleh raksasa?” Seorang warga yang terus mengingat mimpi imam kampung mencoba menebak.
“Oo…oleh Pe…pe…” Beddu Rassa masih terengah-engah. Tapi warga sudah paham dengan maksud Beddu Rassa.
Warga terlihat kasak-kusuk, Mappiasse terlihat berbincang-bincang dengan imam kampung dan seorang warga yang juga dituakan. Sesaat kemudian, Mappiasse berkata, “Kawan-kawan! Cepat hubungi semua warga yang ada di Kampung Pulosandi ini supaya berkumpul sekarang ini juga.” Semua warga terpencar mengikuti instruksi Mappiasse. Tidak berapa lama kemudian terlihat ratusan warga berkumpul di depan rumah Mappiasse. Mereka membawa apa saja yang mereka anggap bisa membela diri. Parang, batang kayu, batang bambu, bahkan ada juga yang membawa cangkul karena sedang berada di kebun ketika menerima panggilan.
“Ayo semuanya, kita berangkat menuju kebun jagung yang dibuldozer.” Mappiasse memberi aba-aba.
Ketika mereka tiba di lokasi dimana kebun-kebun mereka dibuldozer, mereka langsung dicegat oleh sekumpulan massa yang berpakaian ninja. Pasukan ninja tersebut langsung menyerang rombongan petani yang ingin mempertahankan kebun-kebunnya. Agar tidak terjadi korban di pihak petani, Mappiasse langsung memberi aba-aba.
“Cepat tinggalkan tempat ini! Pasukan Raksasa Lompobattang benar-benar menyerang kita.”
“Bukankah Raksasa Lompobattang muncul di kampung kita hanya pada pagi hari sebelum matahari terbit.” Ujar Beddu Rassa.
“Raksasa Lompobattang sudah menjelma jadi manusia.” Jawab Mappiasse memerintahkan teman-temannya segera meninggalkan lokasi itu.
“Atau mungkin manusia yang menjelma jadi raksasa.”
Tidak ada yang perduli dengan pernyataan Beddu Rassa. Mereka semua berlari menyelamatkan diri.
Sinjai-Bulukumba, 2010

1. lompo battang (Bahasa Makassar) = perut besar
2. sumange (Bahasa Bugis) = spirit
3. utti ujaneng (Bahasa Bugis) = pisang gila
4. barobbo = bubur yang terbuat dari jagung muda
5. lontarak = tulisan yang berisi petuah-petuah dalam bahasa Bugis-Makassar

Sumber: Koran Fajar, Ahad 6 Maret 2011

1 komentar:

  1. http://taipannnewsss.blogspot.com/2018/04/ingin-bebas-utang-di-tanggal-tua-ini.html

    QQTAIPAN .ORG | QQTAIPAN .NET | TAIPANQQ .VEGAS |
    -KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
    Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
    Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
    1 user ID sudah bisa bermain 8 Permainan.
    • BandarQ
    • AduQ
    • Capsa
    • Domino99
    • Poker
    • Bandarpoker.
    • Sakong
    • Bandar66
    Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
    Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
    customer service kami yang profesional dan ramah.
    NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
    Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
    Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
    • WA: +62 813 8217 0873
    • BB : D60E4A61
    • BB : 2B3D83BE
    Come & Join Us!

    BalasHapus