Rabu, 09 Maret 2011

Tentang Novel: SABDA LAUT

SINOPSIS
SABDA LAUT
Samad adalah anak nelayan kecil yang mempunyai cita-cita untuk bersekolah tinggi-tinggi. Samad bercita-cita ingin bersekolah di sekolah pelayaran BP2IP Barombong selepas menamatkan pendidikan dari SMP Negeri 15 Makassar. Daeng Marewa, ayah Samad, memang sangat mendukung anaknya untuk bersekolah tinggi-tinggi. Daeng Marewa sangat menyesal karena semasa muda dulu ia tidak bersekolah tinggi-tinggi padahal dulu orang tuanya termasuk orang terkaya di daerah Barombong sebelum bangkrut.
Samad mempunyai teman sepermainan bernama Sapri. Ayah Sapri bernama Daeng Bollo juga adalah nelayan kecil yang merupakan teman baik Daeng Marewa, ayah Samad. Tetapi awalnya Daeng Bollo menganggap pendidikan tidak penting karena ia melihat banyak anak yang sudah sekolah tetapi ujung-ujungnya tetap jadi nelayan. Itulah sebabnya Daeng Bollo tidak menyekolahkan anak laki-lakinya Sapri. Padahal Sapri ingin sekali bersekolah seperti halnya Samad.
Akhirnya pada suatu ketika Daeng Bollo sadar akan pentingnya sekolah. Ia mendapatkan pencerahan dari Daeng Marewa. Sapri pun sangat senang bisa bersekolah kembali. Ia pun sangat berterima kasih kepada Samad karena ayah Samadlah yang menasehati ayahnya agar ia disekolahkan.
Samad dan Sapri bisa kembali bersama bersekolah. Tetapi karena Sapri sudah menganggur satu tahun, ia menjadi adik kelas Samad di sekolah. Tetapi kedua anak nelayan kecil ini saling memotivasi dan saling bersaing positif dalam belajar.
Untuk menunjukkan eksistensi mereka sebagai anak nelayan miskin tetapi pintar dan mempunyai tekad untuk bersekolah tinggi-tinggi. Mereka memperdalam bahasa Inggeris mereka dengan belajar otodidak. Bahkan keduanya selalu menggunakan bahasa Inggeris bila bertemu di Sungai Je’neberang atau Pantai Barombong. Hingga akhirnya masyarakat sekitar pun memberi gelar “Bule Pantai Barombong.”
Untuk lebih memacu semangat mereka untuk belajar, mereka juga bertanding untuk mendapatkan ranking tertinggi di kelasnya masing-masing. Yang kalah akan mentraktir yang menang untuk menikmati coto Makassar sesuai dengan kesepakatan mereka.
Sebagai anak muda, bukan hanya bersaing dalam pelajaran, pun mereka bersaing dalam mendapatkan hati perempuan. Perempuan yang menjadi incaran mereka adalah Subihawati, anak seorang haji yang kaya di kampung Barombong. Samad yang merasa lebih senior mengaku kepada Sapri bahwa ia sudah berpacaran dengan Subihawati. Pengakuannya secara sepihak tersebut membuat Samad kian belajar dengan giat. Karena menurutnya, untuk membuat hati Subihawati tertarik padanya, ia harus punya prestasi bahkan kalau perlu ia mengalahkan prestasi Subihawati. Subihawati memang adalah cewek primadona, selain kaya dan cantik, ia juga selalu ranking satu. Samad merasa satu-satunya yang ia bisa andalkan di depan Subihawati adalah prestasi.
Meski bersaing mendapatkan perempuan idamannya, Samad dan Sapri tetap akur dan rukun, bahkan keduanya semakin termotivasi untuk belajar. Mereka ingin membuktikan bahwa anak nelayan miskin pun bisa berprestasi. Kedua ayah mereka pun sangat mengapresiasi anak-anak mereka. Pada suatu ketika Samad dan Sapri mendapatkan hadiah sepeda kumbang dari ayah mereka. Awalnya Samad malu dengan sepeda itu karena teman-temannya di sekolah memakai sepeda keluaran terbaru yang keren seperti sepeda merek United atau Polygon. Tetapi akhirnya Samad bergembira dengan sepeda tersebut.
Hari-hari berlalu, Samad dan Sapri semakin menunjukkan perestasinya, bahkan keduanya menjadi ikon bagi anak-anak nelayan miskin.
Namun terjadi suatu peristiwa yang membuat cita-cita Samad seolah kandas. Ayah Samad, Daeng Marewa mengalamai musibah di laut. Perahunya tenggelam, ia pun meninggal dunia. Samad sangat terpukul dengan musibah yang menimpa ayahnya. Yang membuat Samad semakin masygul karena ibunya juga menderita kelumpuhan. Namun Samad mencoba bangkit. Ia memang sudah mendapatkan doktrin laut dari almarhum ayahnya bahwa ia adalah anak laut. Ia adalah sabda laut. Anak laut bukan sosok penakut apalagi pengecut untuk menjalani hidup.
Lalu untuk menopang kehidupannya, Samad berusaha mengganti peran ayahnya. Tapi ia juga bertekad untuk tetap bersekolah. Samad akhirnya menjadi penjual kue jalangkote keliling kampung Barombong. Kue tersebut dibuat sendiri oleh Samad bersama ibunya. Meski lumpuh, ibunya tetap bisa membuat kue. Samad bertekad untuk membantu ibunya dan adik-adiknya. Tentu saja, sejak menjadi penjual kue keliling dengan sepeda kumbang, prestasi Samad agak menurun. Ia memang harus membagi waktu antara belajar dan bekerja. Tapi Samad tetap senang karena ia mempunyai teman baik yang selalu memotivasinya. Sapri dan ayahnya memang sangat perhatian kepada Samad
Karena keadaannya itulah, Samad sudah melupakan mimpi-mimpinya untuk mendapatkan Subihawati, anak pak haji. Samad merasa ia tidak pantas lagi mendambakan gadis manis tersebut.
Adalah waktu yang terus berjalan hingga akhirnya tibalah saat pengumuman kelulusan ujian nasional SMP. Menjelang pengumuman kelulusannya, Samad sangat sedih karena ia tidak bisa melanjutkan pendidikannya. Tetapi ia bertekad bersekolah pada tahun-tahun berikutnya karena selama ia menganggur sekolah, ia akan bekerja keras untuk mengumpulkan uang. Bahkan cita-cita utamanya ingin bersekolah di BP2IP Barombong. Sekolah pelayaran tersebut memang sudah melahirkan ribuan pelaut-pelaut ulung.
Pada hari H pengumuman kelulusan, Samad mengunjungi pusara ayahnya untuk mendoakan arwah ayahnya. Pun ia ingin memohon maaf pada ayahnya karena ia tidak bisa melanjutkan sekolah tahun itu. Tetapi untuk mewujudkan cita-cita almarhum ayahnya, ia bertekad untuk sekolah di tahun ajaran berikutnya. Setelah menerima amplop pengumuman kelulusan, Samad bermaksud membuka amplop tersebut di depan pusara ayahnya. Tetapi lokasi makam ayahnya sangat ramai karena kebetulan lokasi pemakaman tersebut terletak di depan sekolahnya. Padahal hari itu banyak orang tua siswa berdatangan untuk melihat kelulusan anak-anak mereka.
Akhirnya Samad mengayuh sepeda kumbangnya menuju Pantai Barombong. Ketika berada di Pantai Barombong, Samad memang merasa seolah-olah bertemu dengan ayahnya. Samad pun menangis sejadi-jadinya ketika ia membuka pengumuman kelulusan. Ia pun lulus dengan angka tertinggi di sekolahnya mengalahkan prestasi Subihawati.
Samad sedih. Ia menghadap laut. Ia seolah ingin berkeluh kesah pada ayahnya. Airmatanya pun menyatu dengan air laut. Di saat itu tiba-tiba datang seorang perempuan. Perempuan itu adalah Subihawati. Ia datang bersama dengan kakaknya untuk menjemput Samad. Subihawati memang tahu bahwa Samad pergi ke Pantai Barombong.
Subihawati dan kakaknya memang sengaja menjemput Samad atas perintah ayah mereka. Haji Daeng Manaba yang memang dermawan dan kaya bermaksud ingin membiayai sekolah Samad. Setelah Subihawati mengabarkan niat baik ayahnya, Samad menangis karena sangat berbahagia. Tiba-tiba di pelupuk matanya cita-citanya nampak cerah lagi. Pun rasa cintanya pada Subihawati yang memang tidak pernah sirna kian berbunga-bunga kembali. Tapi Samad tidak mau memikirkan tentang perasaannya. Ia sangat menghormati Haji Daeng Manaba dan keluarganya.
Sebelum pulang bersama Subihawati dan kakaknya. Samad pun membasuh wajahnya di Pantai Barombong. Saat itu ia merasa seolah ayahnya tersenyum kepadanya.
“Terima kasih ayahku! Terima kasih lautku” Begitu batin Samad.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar