Sabtu, 05 Februari 2011

KOMUNITAS PENA HIJAU

KOMUNITAS PENULIS TERBENTUK DI TAKALAR

Sejatinya animo kesusastraan dan kepengarangan di Sulawesi Selatan lebih membara dari daerah-daerah lainnya di Indonesia. Sulawesi Selatan memang punya sejarah besar dalam hal kepenulisan. Lontara atau aksara lontarak menjadi trademark kepenulisan nenek moyang Sulawesi Selatan. Pun kitab sastra La Galigo yang menurut sejarawan ternama Belanda R.A.Kern sebagai kitab sastra terpanjang di dunia. Kern menempatkan kitab La Galigo setara dengan kitab Mahabharata dan Ramayana dari India atau sajak-sajak Homerus dari Yunani.
Benang-benang sejarah panjang itulah yang membalut hati Muhammad Kasman (Kasman Daeng Matutu) sehingga ia memprakarsai pembentukan komunitas penulis di Takalar pada hari Sabtu 5 Februari 2011.
Acara pendeklarasian “Komunitas Pena Hijau” yang umumnya beranggotakan para pelajar di Kabupaten Takalar dirangkaikan dengan kegiatan seminar nasional pendidikan dengan tema “Mari Menulis Untuk Kemajuan Bersama” dengan menghadirkan tiga orang pembicara, yaitu: Khrisna Pabichara (Sastrawan, sekaligus direktur eksekutif Rumah Kata Institute Jakarta); Dul Abdul Rahman (Sastrawan, editor dan penyunting buku-buku sastra penerbit Ombak Yogyakarta); dan Muhammad Ridwan Tiro, SE,MM (Kepala Dinas Dikpora Kabupaten Takalar).
Khrisna Pabhicara dan Dul Abdul Rahman memberikan tips-tips dan motivasi menulis kepada para peserta yang terdiri dari pelajar dan guru-guru di Kabupaten Takalar. Khrisna Pabhicara yang malang melintang di seluruh Indonesia sebagai motovator penulisan sekaligus pengarang buku best-seller nasional “Rahasia Melatih Daya Ingat: Cara Revolusioner Meningkatkan Kecerdasan Otak dalam Waktu Sekejap” menekankan perlunya anak-anak didik diajarkan menulis dengan baik sejak dini. Khrisna yang sejauh ini sudah menulis 12 buku juga menambahkan bahwa yang paling penting adalah bagaimana cara guru mengajari anak-anak didiknya untuk menulis, tentu saja guru juga harus berkompeten.
Sedangkan Dul Abdul Rahman, yang sejauh ini sudah mengeluarkan empat novel yang semuanya terbit di Yogyakarta memberikan tips bahwa menulis itu gampang. Yang penting seorang penulis atau calon penulis harus berusaha berlatih terus untuk menulis. Tentu saja aktifitas menulis tidak bisa dilepaskan dari aktifitas membaca. Jadi seorang penulis yang baik juga adalah seorang pembaca yang baik.
Sayangnya sampai seminar nasional tersebut berakhir, pemateri lainnya Muhammad Ridwan Tiro yang sekaligus Kepala Dinas Dikpora Kabupaten Takalar, tidak menampakkan batang hidungnya. Entah apa yang membuat sang kepala dinas tersebut tidak memenuhi undangan panitia. Padahal panitia seminar telah jauh-jauh hari mengundangnya. “Semestinya Pak Kepala Dinas datang sebagai bentuk apresiasi dan dukungan kepada peserta dan Komunitas Pena Hijau yang terbentuk.” Ujar seorang panitia. “Mungkin saja acara ini tidak ‘seksi’ jadi Pak Kadis tidak datang.” Ujar panitia lainnya.
Meski tanpa kehadiran dan tanpa dukungan kepala dinas dikpora Kabupaten Takalar, acara seminar nasional yang dirangkaikan pendeklarasian Komunitas Pena Hijau tetap berlangsung dengan baik. Bahkan para peserta seminar yang juga tergabung dengan Komunitas Pena Hijau begitu bersemangat memasuki rumah baru, rumah kepenulisan. Selamat berkarya buat Komunitas Pena Hijau!

(Dul Abdul Rahman; Novelis, motivator penulisan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar