Sabtu, 17 Desember 2011

LA GALIGO KARYA SASTRA TERPANJANG DI DUNIA

Kitab sastra La Galigo merupakan kitab sastra klasik Bugis adalah kitab sastra terpanjang di dunia. Pengakuan ini bukan datang dari orang-orang Bugis (baca: orang Indonesia). Jangankan mengklaim sebagai sastra terpanjang di dunia, orang Bugis sendiri awam dengan La Galigo. Yang mengklaim La Galigo sebagai karya sastra terpanjang di dunia adalah para ilmuwan Belanda.

Seorang ilmuwan Belanda yang bernama R.A.Kern dalam bukunya Catalogus van de Boegineesche tot de I La Galigocyclus Behoorende Handschriften der Leidsche Universiteitbibliotheek yang diterbitkan oleh Universiteitbibliotheek Leiden (1939: 1) menempatkan Kitab La Galigo sebagai karya sastra terpanjang dan terbesar di dunia setaraf dengan kitab Mahabarata dan Ramayana dari India, serta sajak-sajak Homerus dari Yunani.

Sejalan dengan pendapat R.A. Kern, sejarawan dan ilmuwan Belanda lainnya, Sirtjof Koolhof, berpendapat bahwa Kitab Galigo adalah karya sastra terpanjang di dunia yang panjangnya mencapai lebih 300.000 baris, sementara epos Mahabarata jumlah barisnya antara 160.000 – 200.000 baris.

Pendapat R.A. Kern dan Sirtjof Koolhof berdasarkan atas 12 jilid naskah La Galigo yang kini berada di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Naskah tersebut ditulis oleh Colliq Pujie Arung Pancana Toa pada abad ke-19 atas permintaan B.F Matthes (1818-1908). B.F Matthes adalah seorang missionaris Belanda yang pernah bertugas di Sulawesi. Sejatinya, Colliq Pujie hanyalah mengumpulkan dan menyalin kembali cerita La Galigo yang sudah mengakar (cerita lisan) pada masyarakat yang mendiami jazirah selatan Pulau Sulawesi –masyarakat Bugis.

Saat ini sudah muncul buku-buku transliterasi La Galigo atas jasa-jasa para kaum intelektual Sulsel seperti Muhammad Salim, M.Johan Nyompa, Fahruddin Ambo Enre, dan Nurhayati Rahman –mereka patut disebut pejuang La Galigo– Tetapi transliterasi tersebut nampaknya masih susah dibaca dan dicerna oleh masyarakat.

La Galigo, hadir dalam bentuk sebuah novel

La Galigo mengalami ‘perjalanan panjang’. Meski lahir di Tanah Bugis, Indonesia, namun ia ‘besar’ di negeri Belanda. Selain salinan naskah aslinya yang terdiri atas 12 jilid yang tersimpan di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda, Kitab La Galigo pun menjadi primadona bagi para mahasiswa Belanda untuk melakukan riset sastra dan budaya untuk meraih gelar magister dan doktor.

Setelah pulang kampung ke negeri asalnya, hingar-bingar sebagai karya sastra klasik yang ramai diperbincangkan di negeri orang, namun tidak sebingar di tanah kelahirannya.

La Galigo, yang pada tahun 2011 ini mendapat penghargaan khusus karena badan PBB UNESCO menetapkan naskah klasik La Galigo sebagai warisan dunia dan diberi anugerah Memory of The World (MOW).

Anda yang ingin mengetahui isi La Galigo, silakan dibaca novel “La Galigo” yang diterbitkan oleh Penerbit Diva Press Yogyakarta.

(dul abdul rahman)

14 komentar:

  1. luar biasa kanda, smoga bisa baca karya bang dul abdul rahman...salam hangat

    BalasHapus
  2. klo di makassr bisa dapat di mna..???
    hrganya..??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya punya bukunya tapi yang tempo dulu, tahun 80-an kayaknya, salam hangat dari makassar

      Hapus
  3. tabek, novel ini diterbitkan diva press yogyakarta januari 2012, bulan 2 baru muncul di gramedia makassar

    BalasHapus
  4. Balasan
    1. Bila Bapak berkenaan membacanya (LA GALIGO 1 & 2) bisa hubungi:

      DIVA Press Group:
      Kantor Pusat Redaksi, Produksi, dan Distribusi
      Sampangan Gg. Perkutut No.325-B
      Jl. Wonosari, Baturetno, Banguntapan Yogyakarta, 55197
      Telp: (0274) 4353776, 7418727 Fax: (0274) 4353776, 0818 0437 4879
      Kirim naskah: redaksi_divapress@yahoo.com
      FB Fanpage: Penerbit DIVA Press
      Twitter: @divapress01

      Pesan buku:
      orderbukudiva@gmail.com
      081215301336

      more info:
      divapress-online.com

      Hapus
  5. mana yang betul I LA GALIGO La GALIGO

    BalasHapus
  6. mana yang betul I LA GALIGO atau La GALIGO, perbedaan I dengan LA sangat berpengaruh pada jenis kelamin dan kebangsawanan bugis dulu dan sekarang

    BalasHapus