Sabtu, 06 Agustus 2011

Tips menulis dul abdul rahman:

APAKAH PENULIS HARUS BERBAKAT?

“Semua orang memiliki bakat.
Yang jarang dijumpai adalah keberanian untuk mengikuti
bakat itu ke lorong-lorong gelap yang dilaluinya.”
(Erica Jong)

“Apakah penulis harus berbakat?”

Bakat? Mengutip pendapat seorang pakar kepenulisan Erica Jong di atas, bahwa semua orang itu memiliki bakat, kawan. Jadi kamu juga punya bakat menulis kok. Tak percaya sama Erica Jong? Tak apa-apa, karena banyak penulis percaya bahwa sebenarnya untuk menulis tidaklah memerlukan bakat. Bakat hanyalah 5% saja, sedangkan 95% adalah kerja keras. Jadi intinya adalah berusaha, berusaha menulis, kawan. Masih ingat dengan pendapat Thomas Alfa Edison yang mengatakan bahwa, “Genius is 98 percent perspiration”(Jenius/kepandaian adalah 98% adalah keringat/usaha)?
Begitulah kawan, segalanya butuh usaha dan kerja keras, termasuk dalam menulis. Jadi tak usah peduli apakah kamu berbakat menulis atau tidak. Menurut saya, ketika kamu sudah punya niat untuk menulis artinya kamu sudah mulai mengenal bakat menulismu. Dan ketika kamu sudah mulai menulis maka saat itulah kamu menemukan bakat menulismu. Maka kembangkanlah terus bakatmu dengan terus menulis dan menulis, membaca, dan menulis lagi.

“Kalau bakat bukanlah merupakan faktor utama yang menentukan sukses seseorang jadi penulis, lalu apa?”

Motivasi dan keterampilan(skill), kawan. Jadi kalau seseorang punya motivasi untuk jadi penulis maka tentu saja ia akan menulis dan terus menulis. Jika ia terus menulis maka skill-nya semakin bagus sebagaimana pepatah mengatakan practice make perfect. Kalau dalam mempelajari bahasa ada istilah yang sering disebut language is only a habit, maka saya pun akan mengatakan bahwa dalam menulis juga ada istilah writing is only a habit. Begitulah kawan, menulis juga hanyalah kebiasaan. Tapi ingat! faktor skill juga bisa didapatkan dan dipelajari.

“Bagaimana caranya kami bisa mendapatkan skill menulis?”

Bacalah buku ini sampai selesai, Kawan. Semoga kamu bisa mendapatkan sesuatu, atau minimal kamu bisa membandingkan pengalaman menulis saya dengan pengalaman menulismu sendiri, pun pengalaman menulis orang lain.

“Tapi, apakah benar jadi penulis tidak diperlukan bakat?”

Mungkin saja seseorang itu punya bakat menulis, tapi siapa yang tahu ia punya bakat menulis ketika ia tidak menulis? Maka menulis sajalah supaya semua orang tahu bahwa kamu punya bakat menulis. Meskipun kamu merasa punya bakat menulis tapi selama kamu tidak menulis, maka tak ada seorang pun yang akan percaya bahwa kamu punya bakat menulis. Iya kan?

“Tapi bakat menulis itu sesungguhnya ada kan?”

Baiklah Kawan! Ternyata keingintahuanmu tentang bakat sangatlah besar. Bakat sebenarnya ada. Karena bakat itu ada, maka muncul istilah pemandu bakat atau pencari bakat. Tapi bakat itu tidak berarti apa-apa tanpa ditunjang oleh usaha dan kerja keras. Contoh: Si A punya bakat menulis 10%, sedangkan Si B hanya 2%. Si A berusaha menulis hanya 50%, sedangkan Si B berusaha keras sampai 98%. Lalu siapa dari keduanya yang paling sukses sebagai penulis? Tentu saja Si B karena hasilnya bisa mencapai 100%, sedangkan Si A hanya 60%. Faktor apa yang menentukan? Tentu saja usaha. Ya, yang menentukan adalah usaha, Kawan. Maka berusahalah kawan! Berusahalah untuk menulis!

“Kira-kira siapa penulis sekarang ini yang lebih mengandalkan usaha daripada bakat?”

Tadi kan saya sudah bilang bahwa tidak ada yang bisa mengetahui dan percaya kepada seseorang apakah ia berbakat menulis atau tidak berbakat sebelum ia menulis. Tapi baiklah, memang bakat biasanya dihasilkan dari garis keturunan. Dari asumsi ini, saya bisa mengatakan bahwa banyak penulis yang bukan berasal dari keluarga penulis. Mereka bisa menjadi penulis karena mereka menekuni sendiri dunia tulis-menulis. Mereka belajar dengan terus menulis serta membaca karya orang lain, termasuk belajar pada penulis-penulis(sastrawan) dunia yang terkenal. Mereka diantaranya adalah Goenawan Muhammad, Arswendo Atmowiloto, Mohammad Sobari, dan masih banyak lagi yang lain.
Dan asal tahu saja Kawan, bila bakat itu memang dihasilkan dari faktor keturunan, maka saya sendiri sesungguhnya tak berbakat jadi penulis sama sekali, tapi dengan usaha yang sungguh-sungguh maka alhamdulillah saya juga bisa jadi penulis sekarang ini, hehehe.

“Kalau Bang Dul merasa tak punya bakat jadi penulis,
lalu apa yang membuat Bang Dul yakin bisa jadi penulis?”

Sejak saya tahu mengaji, saya punya sticker favorit yang “menempel” di otak saya. Sticker itu bersumber dari Al Qur’anul Karim surah Ar-ra’d ayat 11 yang dalam Bahasa Indonesia berbunyi: “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Dari sticker yang saya anggap “keramat” itulah Kawan, saya tidak peduli apakah saya berbakat atau tidak berbakat menulis, yang terpenting adalah saya berusaha menulis. Bahkan sticker itu seolah berbisik pada saya setiap kali saya mulai menulis, “Dul! Jangan percaya pada orang lain bahwa kamu tak berbakat menulis, percayalah pada dirimu sendiri bahwa kamu punya bakat menulis dengan mulai menulis sekarang ini juga!”

“Kalau begitu saya akan mulai menulis hari ini juga supaya orang lain percaya bahwa saya punya bakat menulis.
Lalu apa pesan Bang Dul pada kami hari ini?”

Menulislah sekarang ini juga supaya kamu disebut penulis. Pokoknya menulis saja dulu, tak usah takut dan sedih bila ada yang menyebut tulisanmu jelek. Seperti pekerjaan lainnya, menulis juga butuh proses.

“Bagaimana kalau esok saja baru kami mulai menulis?”

Artinya Kamu bukan penulis, Kamu hanyalah calon penulis.

“Jangan percaya pada orang lain bahwa kamu tak berbakat menulis, percayalah pada dirimu sendiri bahwa kamu punya bakat menulis dengan mulai menulis sekarang ini juga!”
(Dul Abdul Rahman)

Dul Abdul Rahman. Bekerja sebagai sastrawan dan peneliti. Ia menamatkan pendidikan menengahnya di SMA Negeri Bikeru Sinjai Selatan pada 1993. Pernah mengenyam bangku kuliah, yakni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin (1993-1998), Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Makassar (2001-2002), Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin (2004-2009). Aktif bersastra di Indonesia dan Malaysia.

Tulisan-tulisannya berupa karya sastra, kritik sastra, dan artikel budaya dimuat koran lokal dan nasional di Indonesia dan Malaysia. Buku sastranya yang sudah terbit:
1. Lebaran Kali Ini Hujan Turun (Kumpulan cerpen, Nala Makassar, 2006)
2. Pohon-Pohon Rindu (Novel, Diva Press Yogyakarta, 2009).
3. Daun-Daun Rindu (Novel, Diva Press Yogyakarta, 2010)
4. Perempuan Poppo (Novel, Penerbit Ombak Yogyakarta, 2010)
5. Sabda Laut (Novel, Penerbit Ombak Yogyakarta, 2010)

Novelnya yang segera terbit:
- Pohon-Pohon Meranggas
- Kupu-Kupu Bantimurung
- I La Galigo

Karya-karyanya dijadikan bahan penelitian oleh mahasiswa untuk meraih gelar sarjana bahkan pascasarjana. Novelnya Daun-Daun Rindu dijadikan bahan rujukan oleh banyak mahasiswa di Malaysia dari program diploma hingga doktoral untuk meneliti hubungan Indonesia-Malaysia.
Alamat surat elektronik: dulabdul@gmail.com atau emanarr@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar