Sudah
dua musim, para petani kampung Sumpang Ale mengalami gagal panen. Setelah
melewati dua musim yang gagal, dan kali itu memasuki musim ketiga, para petani
kampung Sumpang Ale tetap menggarap sawah mereka sambil berharap agar musim
kali itu tanaman padi tidak gagal panen lagi.
Musim
pertama kegagalan panen padi diakibatkan oleh munculnya burung-burung pipit
misterius di saat bulir-bulir padi mulai padat berisi. Meski para petani
menjaga sawah mereka pada siang hari, tetapi tetap saja burung pipit misterius
tersebut memakan bulir-bulir padi mereka. Lalu yang tersisa hanyalah
bulir-bulir padi yang kosong berdiri menuding penguasa langit yang mengirimkan
burung pipit misterius dan bengis.
Para
petani kampung Sumpang Ale heran dan kelimpungan, karena burung pipit misterius
tersebut muncul bersamaan dengan berhembusnya angin. Padahal saban pagi, siang,
sore, dan malam, kampung Sumpang Ale selalu diterpa oleh anging mammiri
yang berhembus dari arah gunung Lompobattang dan gunung Bawakaraeng. Para
petani pun tidak bisa berbuat apa-apa karena burung pipit misterius memakan
padi mereka secara diam-diam dan sesuka hati di saban waktu, secara tak
menentu.
Pada
musim kedua kegagalan panen diakibatkan oleh hama wereng. Saat itu burung pipit
misterius menghilang, tetapi hama yang lain yaitu hama wereng datang lebih
mengganas lagi. Hama tersebut juga muncul secara misterius bersamaan dengan
turunnya hujan. Padahal kampung Sumpang Ale terletak di bagian timur gunung
Lompobattang dan gunung Bawakaraeng. Daerah-daerah yang terletak dibagian timur
kedua gunung kembar yang dikeramatkan tersebut lebih tinggi curah hujannya
dibandingkan dengan daerah yang terletak di bagian barat. Para petani pun
semakin kebingungan karena mereka tidak mampu lagi membeli pupuk untuk
menyuburkan tanaman padi mereka. Pun, mereka tidak bisa membeli racun untuk
membunuh hama wereng. Jangankan membeli pupuk dan racun untuk tanaman padi
mereka, untuk membeli barang-barang keperluan sehari-hari saja mereka susah,
karena mereka tidak punya uang akibat gagal panen musim sebelumnya secara
beruntun.
Di musim menanam padi kali itu,
warga kampung Sumpang Ale berharap-harap cemas, semoga tidak muncul lagi segala
jenis hama yang bisa menggagalkan panen mereka nantinya. Karena kalau terjadi
gagal panen lagi maka warga semakin menderita. Berbagai macam cara sudah mereka
lakukan. Yang penting buat mereka, cara tersebut tidak mengeluarkan uang. Maka,
ketika ingin memulai menanam padi, para petani kampung Sumpang Ale
beramai-ramai memanggil imam kampung bernama Puang Mattuang untuk melakukan
ritual khusus agar segala hama menjauh.
Dengan senang hati, Puang Mattuang
pun melayani permintaan para petani. Puang Mattuang yang biasanya diberikan
balas jasa berupa uang yang diselipkan pada sehelai daun waru selepas membaca doa,
tetapi kali itu Puang Mattuang membuat transaksi dengan para petani.
“Bila
padi kalian berhasil kelak maka padi kalian harus diselamati kembali agar sumange[1]
padi terus ada. Dan acara selamatan nantinya cukuplah saya yang mengadakan
ritual khusus, kalian cukuplah mengirim sekarung beras dan dua ekor ayam yang
bersisik hitam dan berbulu putih.”
Tentu saja para petani kampung
Sumpang Ale senang dengan transaksi doa yang diberikan oleh Puang Mattuang.
Sebab utang beras sekarung yang tidak ditentukan jenis karungnya serta dua ekor
ayam, akan mereka bayarkan manakala padi mereka tidak gagal panen lagi.
Stimulan doa yang diberikan oleh imam kampung Sumpang Ale tersebut benar-benar
membuat para petani semakin bersemangat menggarap sawah mereka.
Ketika ada warga bertanya penyebab
kegagalan padi mereka, maka dengan sangat khusyu Puang Mattuang pun
menjelaskan, “Kalian kan tahu bahwa gunung Lompobattang dan gunung Bawakaraeng
dihuni oleh sepasang raksasa. Raksasa perempuan menghuni gunung Lompobattang,
sedangkan raksasa laki-laki menghuni gunung Bawakaraeng. Pagi-pagi sekali kedua
raksasa tersebut memeriksa kampung kita, bilamana mereka tidak menemukan
seorang petani di sawah maka merekapun akan mengutuk sawah-sawah di kampung
kita dengan mengambil sumange padi kita.”
Meski
sebagian petani tidak begitu yakin dengan penjelasan Puang Mattuang yang memang
seorang imam sekaligus dukun, tetapi semua petani berlomba-lomba menuju sawah
mereka di saat matahari belum terbit. Penjelasan Puang Mattuang menjadi
semangat baru buat para petani kampung Sumpang Ale yang sudah hampir putus asa.
Ketika ayam jantan baru saja
berkokok, kampung Sumpang Ale mulai menggeliat. Para petani sudah beramai-ramai
menuju sawah mereka. Mereka mengolah sawah sambil berharap Raksasa Lompobattang
dan Raksasa Bawakaraeng bersahabat dengan mereka. Tetapi setelah musim menanam
padi selesai, para petani kembali harap-harap cemas, karena di kampung mereka
muncul berita yang sangat menggemparkan. Seorang petani yang bisu dan tuli
bernama Jamalang Kundung hidup kembali setelah empat malam menghuni kubur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar