NASIONALISME DALAM NOVEL DAUN-DAUN RINDU
KARYA DUL ABDUL RAHMAN
Uci
Novita Sari1
Hasnul
Fikri2
Syofiani2
1.
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia
2.
Dosen Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan
Pendidikan Bahasa dan
Seni,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas
Bung Hatta Padang
E-mail:
Uccynovita15@gmail.com
ABSTRACT
This
research aims to describe nationalism and value form in Daun-daun Rindu novel
by Dul Abdul Rahman. The writter used theory syested by Elfiondri (2007) about
literature of nationalism, and by Taufik (2010) and Wuryandari (2010) about
nationalism. This research used qualitative approach with descriptive method. This
data are collecting any underline the form and value of nationalism in the
novel. The data of this research is analyzed based on form and nationalism
value. The result of this research show that it has fourty of nationalism data,
consist of value (1), believe of the Almighty God 6 data, (2 ) loyalty 3 data,
(3) holding hands 1 data, (4) social balance 10 data, (5) keep of suffering 2
data, (6) good attitude 12 data, (7) the glory of the older 4 data, (8)
character 2 data. Based on nationalism form found (1) nationality of
nationalism 19 data, (2) ethnic of nationalism 5 data, (3) romantic of
nationalism 2 data, (9) culture of nationalism 5 data, (5) national matter of
nationalism 2 data, (6) the religion of nationalism 2 data, meanwhile value of
holding hand and used Indonesia with good grammar and pronounciation did not
found. In generally, the writer has a conclution that the dominant form of
nationalism than the aspect of value is social balance and good attitude.
Meanwhile form aspect are nationality of nationalism, and national matter.
Keywords:
nationalism, the value of nationalism, nationalism
A.
Latar Belakang Masalah
Secara
umum sastra merupakan ilmu yang menunjukkan keistimewaan, barangkali juga
keanehan yang mungkin tidak dapat dilihat pada banyak cabang ilmu pengetahuan
lain yaitu objek utama penelitiannya tidak tentu, bahkan tidak karuan. Ilmu
sastra melingkupi bidang yang luas. Teori sastra mencakup sejarah sastra dan
kritik sastra. Teori sastra adalah bagian ilmu sastra yang membicarakan pengertian-pengertian
dasar sastra, unsur-unsur yang membangun karya sastra dan perkembangan, serta
kerangka pemikiran para pakar tentang apa yang mereka namakan sastra. Sejarah
ialah bagian ilmu sastra yang memperlihatkan perkembangan karya sastra,
tokoh-tokohnya, dan ciri-ciri dari setiap tahap perkembangan tersebut (Ahadiat,
2007: 1).
Lewat
medium bahasa, karya sastra berbicara mengenai manusia dan kemanusiaan,
sedangkan manusia tidak lepas dari keberadaannya sebagai makhluk sosial dan
budaya. Hal ini dapat disimpulkan dengan pendapat, Wellek dan Warren (1992: 102)
yang mengatakan bahwa sastra menyajikan kehidupan dan kehidupan itu sebagian
besar terdiri dari atas kenyataan sosial, sehingga novel, sebagai salah satu
bentuk karya sastra, dapat dijadikan sebagai bahan perenungan untuk mencari
nilai-nilai kehidupan, pendidikan, serta pesan moral. Diharapkan isi novel
dapat memunculkan pemikiran-pemikiran yang positif bagi pembacanya dan peka
terhadap masalah-masalah yang timbul dan berkaitan dengan kehidupan sosial dan
budaya.
Sebuah
karya sastra bersumber dari kenyataan-kenyataan yang hidup dalam masyarakat
(realitas objektif).Akan tetapi, karya sastra bukanlah hanya mengungkapkan
realitas objektif itu saja. Di dalamnya, diungkapkan pula nilai-nilai yang
lebih agung dari sekadar realitas objek itu (Ahadiat, 2007:25). Sepanjang
sejarah kehidupan manusia, karya sastra akan terus berkembang sesuai
perkembangan zaman. Dalam karya sastra, manusia dan segala permasalahan yang
dialaminya menjadi objek penciptaan sebuah karya sastra itu sendiri, yang salah
satunya adalah novel.
Novel
adalah cerminan kehidupan masyarakat. Sesuai pendapat Abrams yang diperjelas
oleh Ahadiat (2007: 25), novel merupakan pengungkapan dari fragmen kehidupan
manusia (dalam jangka waktu yang lebih panjang) di mana terjadi konflik-konflik
yang akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan jalan hidup antara para
pelakunya. Di dalam novel juga diungkapkan suatu konsentrasi kehidupan pada
suatu saat yang tegang.
Novel
selain mengandung nilai-nilai juga mengungkapkan suasana kehidupan yang
kompleks, menyangkut segala sesuatu tentang kehidupan manusia dan disajikan
dalam bahasa yang halus. Dalam artian, penyampaiannya tidak menyinggung
perasaan orang lain tetapi dapat menyentuh perasaan pembaca.
Di
dalam novel, pengarang memperlihatkan konflik-konflik tentang kehidupan
manusia. Konflik itu bersumber dari kenyataan-kenyataan yang ada dalam
kehidupan manusia, misalnya tentang perjuangan, percintaan dan kebencian. Konflik-konflik
yang ditampilkan ke dalam sebuah karya sastra lebih dahulu dipilih atau
diseleksi secara kreatif dan kemudian dikembangkan berdasarkan imajinasi ke
dalam bentuk tulisan. Salah satu masalah yang diangkat dalam novel adalah
masalah nasionalisme.Salah satu novel yang mencerminkan adanya nasionalisme
tersebut adalah Daun-daun Rindu karya Dul Abdul Rahman.
Dul
Abdul Rahman lahir di Bulukumba, Sulawesi Selatan. Dia Menyelesaikan pendidikan
S2-nya pada Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin, Makasar. Ia adalah seorang
pekerja sastra budaya yang produktif. Ratusan tulisannya berupa puisi, cerpen,
esai, artikel budaya dan kritik karya sastra telah tersebar di berbagai media
cetak baik lokal maupun nasional. Karya-karyanya juga termuat pada berbagai
cybersastra (online). Kumpulan cerpennya yang sudah terbit berjudul “Lebaran
Kali Ini Hujan Turun”, sedangkan novelnya berjudul Pohon-Pohon Rindu (Diva Press
Jogja 2009), Daun-Daun Rindu (Diva Press Jogja 2010), Perempuan Poppo (Ombak
Jogja 2010, Sabda Laut (penebit Ombak Yogyakarta, 2010), Sarifah (Diva Press
Jogja 2011), dan La Galigo (Diva Press Jogja 2012).
Banyak
novel yang ditulis oleh pengarang dengan berbagai permasalahan kehidupan.Tapi,
penulis lebih tertarik dengan permasalahan nasionalisme dalam novel “Daun-Daun
Rindu” yang ditulis oleh Dul Abdul Rahman. Dalam novel Daun-Daun Rindu ini,
lebih menceritakan tentang perjuangan seorang pemuda suku Bugis yang memiliki
keinginan kuat untuk menuntut ilmu. Bahkan untuk mengejar cita-citanya dia rela
meninggalkan tanah kelahirannya. Di samping itu, kemiskinan bukan penghalang
untuk mengejar cita-cita.Selain itu, dalam novel ini juga menceritakan tentang
pelajar yang memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi. Terbukti pada saat Beddu
disuruh memilih antara cinta dengan tanah air, dia lebih memilih untuk kembali
ke kampung halamannya. Untuk contoh kutipan dapat dilihat dari novel berikut.
“Lagu itu
benar-benar membuat para kerabat dan tetangga yang hadir pada malam itu merasa
terharu biru, kaum perempuan tanpa terkecuali meneteskan air mata. Bahkan,
seorang ibu yang anaknya jadi TKI di Malaysia kulihat paling sedih dan telah
terpatri di dalam lubuk jiwaku, setiap aku berada di luar negeri dan mendengar
lagu “wanuakku”, maka air mataku meleleh oleh siraman kerinduan akan Indonesia,
kerinduan akan kampung halamanku, kerinduan akan Hutan Lindung Baling sebagai
tempat pembaringan terakhir kekasih jiwaku, kerinduan akan segala kerinduanku”
(Rahman, 2010: 20)
Dari
kutipan tersebut dapat dilihat contoh nasionalisme kewarganegaraan yang
ditunjukkan oleh Beddu. Kutipan tesebut menceritakan keharuan tokoh ketika
mendengarkan lagu “Wanuakku” lagu daerah Bugis air matanya langsung menetes
ingat akan Indonesia, ingat akan tanah kelahirannya, ingat akan hutan
lindungnya, ingat akan kekasih jiwanya. Dari contoh tersebut penulis tertarik
meneliti tentang nasionalisme dalam novel Daun-Daun Rindu karya Dul Abdul
Rahman.
Alasan
dipilihnya novel Daun-Daun Rindu karya Dul Abdul Rahman sebagai penelitian ini,
karena di dalam novel tersebut banyak terdapat persoalan tentang nilai
nasionalisme yang dimiliki Beddu Kamase, berdasarkan hal itu maka dilakukan
penelitian dengan judul “Nasionalisme dalam Novel Daun-Daun Rindu Karya Dul
Abdul Rahman”.
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini difokuskan
pada nilai nasionalisme dan bentuk nasionalisme yang terkandung dalam novel
Daun-Daun Rindu karya Dul Abdul Rahman.
Tujuan
penelitian ini adalah mendeskripsikan : (1) nilai nasionalisme dalam novel
Daun-Daun Rindu karya Dul Abdul Rahman (2) bentuk nasionalisme dalam novel
Daun-daun Rindu karya Dul Abdul Rahman.
B.
KAJIAN TEORETIS
Menurut
Taylor (dalam Atmazaki, 2007: 25), novel merupakan fiksi naratif yang berbentuk
prosa yang lebih panjang dan lebih komplek dari cerpen, yang mengekspresikan
sesutau tentang kualitas atau pengalaman manusia.Pengalaman manusia yang
terdapat dalam novel tidak jauh berbeda dari realitas yang kita alami atau kita
saksikan sehari-hari.
Menurut
Ahadiat (2007: 25), novel merupakan pengungkap dari fragmen kehidupan manusia
(dalam jangka lebih panjang) di mana terjadi perubahan jalan hidup pelakunya.
Nasionalisme
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berasal kata nasional dan isme, yaitu paham
kebangsaan yang mengandung makna kesadaran dan semangat cinta tanah air. Rasa
nasionalisme juga identik dengan memiliki rasa solidaritas.
Menurut
Taufik (2010: 6) nilai kebangsaan adalah dasar pertimbangan yang berharga bagi
seseorang atau organisasi untuk menentukan sikap dan perilaku berupa perasaan
cinta atau bangga terhadap tanah air dan bangsa berdasarkan prinsip
kebersamaan, persatuan dan kesatuan, demokrasi/demokratis dengan melaksanakan
dan mengembangkan sikap serta perilaku kehidupan sehari-hari, lebih lanjut
Taufik mengatakan sepuluh nilai nasionalisme yaitu: (1) kerukunan yang
dilandasi ke-Tuhanan Yang Maha Esa, (2) rela berkorban untuk bangsa dan Negara,
(3) menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar , (4) gotong royong, (5)
tolong menolong, (6) berkeadilan sosial, (7) tahan derita dan tahan uji, (8)
keteladanan, (9) pewarisan, (10) ketokohan.
Terdapat
enam bentuk nasionalisme berdasarkan kelompoknya yang dijelaskan oleh
Wuryandani (2010: 3). Pertama, Nasionalisme kewarganegaraan (nasionalisme
sipil) adalah sejenis nasionalisme negara memperoleh kebenaran politik dari
penyertaan aktif rakyatnya, "kehendak rakyat", "perwakilan politik".
Kedua, Nasionalisme etnisadalah sejenis nasionalisme negara memperoleh
kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Ketiga,
Nasionalisme romantik (juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme
identitas) adalah lanjutan dari nasionalisme etnis yakni negara memperoleh
kebenaran politik secara semula jadi ("organik") hasil dari bangsa
atau ras; menurut semangat romantisme. Keempat, Nasionalisme Budaya adalah
sejenis nasionalisme yakni negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama
dan bukannya "sifat keturunan" seperti warna kulit, rasdan
sebagainya. Kelima, Nasionalisme kenegaraanialah variasi nasionalisme kewarganegaraan,
selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah
kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan
kebebasan.Keenam, Nasionalisme agamaialah sejenis nasionalisme yakni negara
memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama.
C.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian
kualitatif. Dengan metode deskriptif, menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong,
2010: 4) metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati.
Sementara
itu, Kirk dan Miller (dalam Moleong, 2010: 4) mendefenisikan penelitian
kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara
fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya
maupun dalam penglihatannya. Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat
disimpulkan, bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
Metode
deskriptif adalah metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasikan
objek sesuai dengan apa adanya. Pelaksanaan metode deskriptif dalam penelitian
ini adalah mendeskripsikan nilai nasionalisme dalam novel Daun-Daun Rindu karya
Dul Abdul Rahman.
Objek
penelitian ini adalah novel Daun-daun Rindu karya Dul Abdul Rahman. Sesuai
dengan rumusan masalah, penelitian ini difokuskan kepada nilai-nilai
nasionalisme dan bentuk nasionalisme dalam novel Daun-daun Rindu karya Dul
Abdul Rahman
Instrumen
dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan membaca novel yang akan
diteliti dan memperhatikan nilai-nilai nasinalisme dan bentuk nasionalisme
dalam novel Daun-daun Rindu karya Dul Abdul Rahman.
Teknik
pengumpulan data ini adalah sebagai berikut: (1) membaca novel Daun-daun Rindu
karya Dul Abdul Rahman sehingga dapat memahami pesan dan isi cerita yang
disampaikan dalam novel tersebut. (2) menandai objek penelitian yang ditemui
dengan menggarisbawahi bentuk dan nilai nasionalisme para tokoh dalam novel
“Daun-daun Rindu” karya Dul Abdul Rahman (3) mengelompokkan nilai nasionalisme
yang telah ditemukan tersebut berdasarkan teori.
Data
dianalisis dengan langkah sebagai berikut: (1) mendiskripsikan nilai
nasionalisme dalam novel Daun-daun Rindu karya Dul Abdul Rahman (2)
mendeskripsikan bantuk nasionalisme yang terkandung dalam novel Daun-daun Rindu
Karya Dul Abdul Rahman (3) menginterprestasikan data (4) merumuskan kesimpulan
hasil penelitian.
Teknik
pengujian keabsahan data dalam penelitian ini adalah ketekunan pengamatan.
Ketekunan pengamatan adalah teknik pengujian keabsahan data yang bermaksud
menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan
persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan dari hal-hal
tersebut secara terperinci.(Moleong, 2010:329) Objek yang dimaksud adalah membaca
dengan penuh pengamatan pada novel Daun-Daun Rindu karya Dul Abdul Rahman,
kemudian menganalisis nilai nasionalisme dan bentuk nasionalisme dari novel
Daun-Daun Rindu.
D.
HASIL PENELITIAN
Novel
ini menceritakan tentang perjuangan seorang pemuda yang berasal dari Bugis yang
memiliki keinginan kuat untuk menuntut ilmu.Bahkan demi mengejar cita-citanya
dia rela meninggalkan tanah kelahirannya.Di samping itu, kemiskinan bukan
penghalang untuk mengejar cita-cita.Selain itu, dalam novel ini juga menceritakan
tentang pelajar yang memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi.
Setelah
inventarisasi dari novel Daun-Daun Rindu karya Dul Abdul Rahman ini, terdapat
40 data yang terdiri dari: nilai (1) kerukunan yang dilandasi ke-Tuhanan Yang Maha
Esa sebanyak 6 data, (2) rela berkorban untuk bangsa dan Negara sebanyak 3
data, (3) menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar tidak ditemukan
dalam novel, (4) gotong royong tidak ditemukan dalam novel, (5) tolong menolong
sebanyak 1 data, (6) berkeadilan sosial sebanyak 10 data, (7) tahan derita dan
tahan uji sebanyak 2 data, (8) keteladanan sebanyak 12 data, (9) pewarisan
sebanyak 4 data, (10) ketokohan sebanyak 2 data. Disamping itu, bentuk
nasionalisme yang ditemukan terdiri dari (1) nasionalisme kewarganegaraan
sebanyak 19 data, (2) nasionalisme etnik sebanyak 5 data, (3) nasionalisme
romantik sebanyak 2 data, (4) nasionalisme budaya sebanyak 5 data, (5) nasionalisme
kenegaraan sebanyak 7 data, (6) nasionalisme agama sebanyak 2 data.
1.
Nilai Nasionalisme
Dalam
novel Daun-Daun Rindu Karya Dul Abdul Rahman terdapat nilai-nilai nasionalisme
antara lain: kerukunan yang dilandasi ke-Tuhanan Yang Maha Esa, rela berkorban
untuk bangsa dan Negara, menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar,
gotong royong, tolong menolong, berkeadilan sosial, tahan derita dan tahan uji,
keteladanan, pewarisan, dan ketokohan.
a.
Kerukunan yang Dilandasi Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
Terdapat
enam data kerukunan yang dilandasi ke-Tuhanan YME yang ditemukan dalam novel
Daun-Daun Rindu salah satu contoh data tentang kerukununan yang dilandasi
ketuhanan yang maha esa ini dapat dilhat pula kutipan berikut.
“Makanya, di
sini tak begitu jauh berbeda dengan Makassar karena banyak dosen UUM yang
berasal dari Indonesia.Pak Musaffar mengakhiri cerita profilnya tentang Pak
Usman. SDM Indonesia memang hebat, aku membatin ge-er”. (Rahman, 2010: 50)
Terlihat
dari kutipan di atas bahwa kerukunan yang dilandasi ke-Tuhanan Yang Maha Esa
diperlihatkan oleh rakyat atau Bangsa Malaysia terhadap dosen-dosen dari
Indonesia. Walaupun berbeda negara mereka tetap menerima tenaga pendidik dari
negara lain seperti dari Indonesia dan tidak membeda-bedakannya.
b.
Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara
Terdapat
tiga data rela berkorban untuk bangsa dan negara ditemukan dalam novel
Daun-Daun Rindu antara lain terlihat dalam kutipan berikut.
“Mendengar
lagu itu, hatiku benar-benar bergetar, semangatku kian menggelegar dan tentu
saja, aku kian tegar untuk bepergian jauh.Lagu itu mengingatkan aku akan
keheroikan dan keberanian nenek moyang orang Bugis. Makassar pada zaman dahulu,
yang pernah menjelajahi lautan dengan perahu pinisi sampai ke negeri Cina,
Malaysia, Filiphina, Thailand, dan Australia aku bangga jadi orang Bugis, aku
benar-benar bangga menjadi orang Indonesia, Aku bangga jadi suku Bahari, aku
bangga jadi bangsa Maritim” (Rahman, 2010: 14)
Kutipan
di atas menunjukkan bahwa nilai yang terdapat dalam cerita tersebut adalah
nilai rela berkorban untuk bangsa dan negara, karena di saat ia mendengarkan
lagu daerah hatinya semakin tegar untuk bepergian jauh, meninggalkan bangsanya,
negaranya, tanah kelahirannya. Demi sebuah cita-cita untuk membanggakan
Indonesia nantinya. Hal ini juga dilihat dari cerita seorang nenek moyang
terdahulu yang sangat berani menjelajahi lautan hingga sampai ke negeri cina
dan sebagainya.
c.
Tolong menolong
Terdapat
satu data tolong menolong ditemukan dalam novel Daun-Daun Rindu antara lain
terlihat dari kutipan berikut.
“Aku mengajak
teman-temanku yang berasal dari Indonesia untuk tinggal bersamaku di rumah pak
Musaffar.Mereka yang kupanggil adalalah Budiono, Paturusi dan tentunya Saleh,
aku memilih teman-temanku tersebut dengan alasan ingin bernostalgia dengan
membuat kelompok seperti aku SMA dulu. Aku memang tak bisa melupakan sosok
Anton, Dayat, Umar, dan Hutbah” (Rahman, 2010: 59)
Dari
kutipan ini terlihat nilai yang berupa tolong menolong yang diperlihatkan oleh
sosok Beddu Kammase terhadap teman-temannya yang juga berasal dari Indonesia,
ia mengajak teman-temannya antara lain Budiono, saleh dan Paturusi untuk
tinggal di rumah Pak Musaffar juga, tentunya atas izin pak Musaffar juga.
d.
Berkeadilan social
Terdapat
sepuluh data berkeadilan sosial yang ditemukan dalam novel Daun-Daun Rindu karya
Dul Abdul Rahman, antara lain terlihat dari kutipan berikut.
“Malam itu malam
terakhirku di kampung halamanku Kalobba, Sinjai. Esoknya, aku harus berangkat
ke Makassar. Suatu hari kemudian adalah jadwal keberangkatanku ke Keddah Darul
Aman, Malaysia, aku akan kuliah di Universitas Utara Malaysia (UUM). Laiknya
orang yang akan bepergian jauh, malam itu para keluarga dan para tetangga ,
bahkan penduduk satu kampung berkumpul di rumahku, serupa pesta perkawinan,
suasana rumahku benar-benar ramai, sebagai ritual orang kampung, aku akan
dilepas sebagai pasompe. (Rahman, 2010: 5).
Dari
kutipan ini dapat disimpulkan bahwa nilai berkeadilan sosial karena dilihat
dari partsipasi dari orang-orang sekeliling Beddu Kamase di saat melepas Beddu
yang akan berangkat ke Malaysia dan akan berkuliah di Universitas Utara
Malaysia, maka untuk melepas Beddu Kamase maka diadakanlah acara pasompe di
rumah Beddu. Maka masyarakat dan keluarga disekitar Beddu beramai-ramai
berkumpul di rumah Beddu.
e.
Tahan derita dan tahan uji
Terdapat
dua data tahan derita dan tahan uji ditemukan dalam novel Daun-Daun Rindu
antara lain terlihat dari kutipan berikut.
“di atas pesawat
menuju Kuala Lumpur, ingatanku terus melayang-layang ke kampung halaman.
Tentang banyaknya teman-temanku yang tak bisa kuliah atau bahkan tidak mampu
melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP atau SMA.Penyebabnya bukan hanya faktor
biaya pendidikan, tapi juga faktor mental orang tua yang menganggap jadi
sarjana tak begitu penting karena banyak sarjana di kampungku yang tidak PNS.
Pikiran orang di kampung waktu itu kuliah berarti akan PNS. Tapi pemikiran
semacam itu berangsur-angsur hilang ketika mengetahui kalau aku berangkat ke
Malaysia untuk kuliah, pemuda yang tidak sekolah atau kuliah di kampungku
beramai-ramai berangkat ke Malaysia di bagian Sabah atau Sarawak, menjadi TKI.
Mengingat teman-temanku yang menjadi TKI aku merasa bangga karena saat itu, aku
berangkat ke Malaysia bukan sebagai TKI, melainkan sebagai mahasiswa” (Rahman,
2010: 29-30)
Dari
kutipan di atas terlihat bahwa Beddu tahan derita dan tahan uji, karena dengan
opini dan orang-orang disekitarnya semangat Beddu untuk sekolah dan kuliah di
Malaysia tidak hilang, semangat Beddu semakin memunjak dan Beddu ingin
menunjukkan kepada orang-orang di kampungya bahwa ia bisa kuliah dan mencapai
cita-citanya, dan Beddu juga tak ingin seperti teman-temannya yang lain bahwa
ke Malaysia hanya menjadi TKI.
f.
Keteladanan
Terdapat
tiga belas data keteladanan ditemukan dalam novel Daun-Daun Rinduantara lain
terlihat dari kutipan berikut.
“cerita tentang
pasompe dan pappaseng (nasihat) dari lontara memberi semangat dan wacana baru
dalam hidupku dan yang paling harus aku camkan adalah aku tidak boleh
mengecewakan orang-orang sekampungkan. Aku harus menjaga nama baik kampung
halaman, tidak boleh berprilaku negatif yang bisa merusak citra kampung halaman
di negeri orang” (Rahman, 2010: 17)
Dari kutipan di
atas terlihat keteladan seorang Beddu terhadap keluarga dan kampong halamannya,
ia tidak mau merusak nama baik kampung halamnnya dan tidak mau membuat malu
nama baik keluarga dan kampung halamannya, ia berjanji akan selalu bersifat
baik di negeri orang dan tidak akan berprilaku negative.
g.
Pewarisan
Tardapat
empat data pewarisan ditemukan dalam novel Daun-Daun Rindu antara lain terlihat
dari kutipan berikut.
“aku suka perempuan
yang jibabnya besar, tetapi tetap suka menonton Film India yang mengumbar
pusar. Aku sangat fasih berbahasa Inggris, tapi lagu-lagu yang aku yang aku
suka hanyalah lagu-lagu dangdut dan lagu-lagu Bugis, melayu. Saat teman-temanku
ngefans sama Tommy Page atau Richie Ricardo, aku tetap saja ngefans pada Rhoma
Irama dan Asep Irama, atau penyanyi lagu-lagu daerah Bugis-Makassar, seperti
Anci Laricci dan Mety Bean”. (Rahman, 2010: 121)
Dapat
dilihat bahwa data di atas merupakan nilai nasionalisme yang berupa pewarisan,
di mana di sana Beddu lebih mencintai karya dan warisan dari daerah asalnya
sendiri. Walaupun teman-temannya waktu itu sangat menyukai Tommy page dan artis
luar negeri lainnya, tetapi Beddu tetapsuka akan musik dangdut, musik melayu
yang berasal dari daerahnya sendiri yaitu Bugis dan Indonesia.
h.
Ketokohan
Terdapat
dua data ketokohan ditemukan dalam novel Daun-Daun Rindu antara lain terlihat
dari kutipan berikut.
“Tapi ingat anakku,
meskipun engkau telah memahami filosofi air, tetap engkau adalah orang Bugis
orang Sulawesi, Orang Indonesia.Engkau adalah harapan bangsa dan negara.Engkau
adalah penerus juang Kakek”. (Rahman, 2010: 8)
Kutipan
di atas menunjukkan nilai dari ketokohan, di mana di sana terlihat bahwa
seorang kakek Beddu menceritakan kepada Beddu bahwa ia harus tetap menjadi
seorang yang dapat membahagiakan keluarganya, kampungnya dan tetap bangga
menjadi orang Indonesia.
2.
Bentuk-bentuk Nasionalisme
Dalam
novel Daun-Daun Rindu karya Dul Abdul Rahman terdapat bentuk nasionalisme
antara lain nasionalisme kewarganegaraan, nasionalisme etnik, nasionalisme
romantik, nasionalisme budaya, nasionalisme kenegaraan, nasionalisme agama.
a.
Nasionalisme Kewarganegaraan
Terdapat
Sembilan belas data nasionalisme kewarganegaraan ditemukan dalam novel
Daun-Daun Rindu antara lain terlihat dari kutipan berikut.
“Tapi ingat
anakku, meskipun engkau telah memahami filosofi air, tetap engkau adalah orang
Bugis orang Sulawesi, Orang Indonesia.Engkau adalah harapan bangsa dan
Negara.Engkau adalah penerus juang kakek”. (Rahman, 2010: 8)
Dapat
dilihat bahwa data di atas merupakan bentuk nasionalisme kewarganegaraan, di
mana dapat dilihat dari cerita bahwa kakek berpesan agar Beddu selalu mencintai
Indonesia, selalu menjaga nama baik Indonesia, menjaga nama baik keluarga, nama
baik kampung halamanya dan Beddu merupakan harapan Bangsa dan Negara.
b.
Nasionalisme Etnik
Terdapat
lima data nasionalisme etnik yang ditemukan dalam novel Daun-Daun Rindu antara
lain terlihat dari kutipan berikut.
“aku mengajak
teman-temanku yang berasal dari Indonesia untuk tinggal bersamaku di rumah pak
Musaffar. Mereka yang kupanggil adalalah Budiono, Paturusi dan tentunya Saleh,
aku memilih teman-temanku tersebut dengan alasan ingin bernostalgia dengan
membuat kelompok seperti aku SMA dulu. Aku memang tak bias melupakan sosok
Anton, Dayat, Umar, dan Hutbah” (Rahman, 2010: 59)
Kutipan
di atas merupakan bentuk dari nasionalisme etnik, di mana digambarkan pada ajakan
kepada teman-teman Beddu yang juga berasal dari Indonesia untuk tinggal bersama
Beddu di rumah pak Musaffar, dengan alasan ingin bernostalgia dengan membuat
kelompok seperti ia waktu SMA dulu, karena ia tidak bisa melupakan
teman-temannya yang ada di Indonesia dan ia juga tidak bisa meninggalkan
teman-temannya yang berasal dari Indonesia yang ada di Malaysia, karena ia
sangat menghargai Indonesia.
c.
Nasionalisme Romantik
Terdapat
dua data dari nasionalisme romantik ditemukan dalam novel Daun-Daun Rinduantara
lain terlihat dari kutipan berikut.
“pukul 07.15 WITA,
pesawat Garuda GA 631 mulai mengudara menuju Jakarta. Semua penumpang kulihat
sangat tenang bersandar pada sandaran kursi masing-masing dengan memejamkan
mata.Ada juga yang terlihat komat-kamit, mungkin tengah berdoa. Tapi, aku bias
menangkap bahwa mereka semua sudah terbiasa naik pesawat terbang. Cuma mataku
saja yang jelalatan melihat ke jendela, menyaksikan pemandangan kota Makassar
yang indah, namun lamat-lamat menghilang karena pesawat kian meninggi dan
berada di atas laut Makassar. Seketika, air mataku meleleh, aku benar-benar
telah meninggalkan tanah Sulawesi. Meninggalkan Makassar, meninggalkan Sinjai,
meninggalkan orang-orang tercinta” (Rahman, 2010: 25-26)
Dari
kutipan di atas terlihat bahwa disaat Beddu Kamase menceritakan keadaan dirinya
dan sekitarnya di dalam pesawat, terlihat di sana bahwa kata-kata yang
diucapkan Beddu mangandung unsure kepuitisan keromantikan. Dapat dilihat dalam
cerita Beddu yaitu di saat ia menyaksikan menyaksikan pemandangan kota Makassar
yang indah, namun lamat-lamat menghilang karena pesawat kian meninggi dan
berada di atas laut Makassar.
d.
Nasionalisme Budaya
Terdapat
lima data dari nasionalisme budaya ditemukan dalam novel Daun-Daun Rinduantara
lain terlihat dari kutipan berikut.
“Malam itu
malam terakhir Beddu di kampung halamannya, kerena keesokan harinya ia akan
berangkat ke Malaysia untuk menuntut ilmu dan berkuliah di UUM. Di saat Beddu
kamase akan berkuliah di sana. Ia bertekad akan memajukan tanah airnya. Maka,
untuk melepas Beddu yang akan berangkat ke malaysia diadakanlah upacara adat
“pasompe” yang dilakukan di rumah Beddu, dan orang-orang di kampungnya di
undang untuk ikut melakukan dan melaksanakan upacara tersebut untuk melepas
Beddu” . (Rahman, 2010: 5)
Kutipan
di atas merupakan data yang berupa bentuk dari nasionalisme budaya, di mana di
sana terlihat bahwa Beddu menceritakan pelepasan ia yang akan berkuliah di
Malaysia dengan menggunakan adat istiadat atau dengan budaya daerahnya yang
dinamakan pasompe, setiap pemuda atau anak yang akan merantau maka di daerah
bugis akan menggunakan adat pasompe yang artinya pelepasan.
e.
Nasionalisme Kenegaraan
Terdapat
enam data dari nasionalisme kenegaraan juga ditemukan dalam novel Daun-Daun
Rindu antara lain terlihat dari kutipan berikut.
“di atas
pesawat menuju Kuala Lumpur, ingatanku terus melayang-layang ke kampung
halaman. Tentang banyaknya teman-temanku yang tak bisa kuliah atau bahkan tidak
mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP atau SMA.Penyebabnya bukan hanya
faktor biaya pendidikan, tapi juga faktor mental orang tua yang menganggap jadi
sarjana tak begitu penting karena banyak sarjana di kampungku yang tidak PNS.
Pikiran orang di kampung waktu itu kuliah berarti akan PNS. Tapi pemikiran
semacam itu berangsur-angsur hilang ketika mengetahui kalau aku berangkat ke
Malaysia untuk kuliah, pemuda yang tidak sekolah atau kuliah di kampungku
beramai-ramai berangkat ke Malaysia di bagian Sabah atau Sarawak, menjadi TKI.
Mengingat teman-temanku yang menjadi TKI aku merasa bangga karena saat itu, aku
berangkat ke Malaysia bukan sebagai TKI, melainkan sebagai mahasiswa” (Rahman,
2010: 29-30)
Kutipan
di atas merupakan bentuk dari nasionalisme kenegaraan, karena di manapun ia
berada, ia akan selalu ingat akan sesuatu yang ia cintai. Dapat dilihat da di
atas yaitu di saat Beddu berada dalam pesawat menuju Kuala Lumpur, ingatannya
terus saja melayang-layang ke kampung halamannya, ingatan akan teman-teman yang
berada di kampung halamannya yang tidak bisa kuliah penyebabnya hanya karena
faktor biaya.
f.
Nasionalisme Agama
Terdapat
dua data nasionalisme agama ditemukan dalam novel Daun-Daun Rindu antara lain
terlihat dari kutipan berikut.
“Onoda
berbicara berapi-api menatap kami.Tapi onoda sedikit grogi ketika menatapku,
karena bagaimanapun bangsanya sudah kurang ajar menjajah Indonesia kurang lebih
tiga setengah tahun. Tapi, aku menatap Onoda dengan tersenyum sambil berujar
“santai sajalah friend, kami bangsa Indonesia adalah bangsa pemaaf”.(Rahman,
2010: 221)
Kutipan
di atas merupakan bentuk nasionalismenya merupakan bentuk nasionalisme agama,
di mana nasionalisme agama merupakan nasionalisme atau sikap yang memegang
teguh atas keyakinan yang ia percayai, walaupun sudah tercampur dalam ras atau
suku dan adat-istiadat apapun, maka sikap saling menghargai dan saling
memaafkan tidak akan hilang. Dapat dilihat dalam dat tersebut bahwa Onoda
merasa bersalah di saat Jepang menguasai Indonesia selama tiga setengah tahu,
tetap Beddu membalas cerita Onoda dengan senyuman dan berujar agar Onoda
bersikap biasa saja, karena Indonesia merupakan Negara pemaaf.
E.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari
hasil analisis data penelitian mengenai nasionalisme dalam novel Daun-Daun
Rindu karya Dul Abdul Rahman ditemukan 40 data. Nilai-nilai nasionalisme yang
ditemukan meliputi: (1) kerukunan yang dilandasi ke-Tuhanan Yang Maha Esa 6
data, seperti saling menghargai sesama manusia (2) rela berkorban untuk bangsa
dan Negara 3 data, seperti mengorbankan segala sesuatu demi bangsa, tanah air
dan keluarga (3) menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar tidak
ditemukan dalam novel, selalu menggunakan bahasa Indonesia (4) gotong royong
tidak ditemukan dalam novel, saling bahu membahu terhadap sesama (5) tolong
menolong 1 data, saling membantu terhadap orang-orang di sekitar kita (6)
berkeadilan sosial 10 data, peduli terhadap sesama dan selalu adil dalam suatu
hal (7) tahan derita dan tahan uji 2 data, selalu tahan trhadap cobaan yang
dirasakan (8) keteladanan 12 data, bersikap teladan atau patuh terhadap suatu
hal (9) pewarisan 4 data, suatu yang ditinggalkan kepada bangsa dan tanah air
(10) ketokohan 2 data, seperti menceritakan diri dengan sendirinya atau orang
lain.
Bentuk
yang ditemukan terdiri dari (1) nasionalisme kewarganegaraan 19 data, cinta
terhadap bangsa dan negara (2) nasionalisme etnik 5 data, selalu menghargai
budaya dan adat istiadat dalam bangsa (3) nasionalisme budaya 5 data, selalu
melestarikan budaya yang dimiliki (4) nasionalisme romantik 2 data, ungkapan
keindahan terhadap sesuatu (5) nasionalisme kenegaraan 7 data, ungkapan cinta
terhadap tanah air (6) nasionalisme agama 2 data, selalu menjunjung tinggi
agama yang dianut.
1.
Ucapan Terima Kasih
Dalam
menyelesaikan artikel ini banyak kendala yang penulis hadapi. Alhamdulilah
semuanya dapat diselesaikan dengan baik, berkat bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikkan
terima kasih kepada Bapak Dr. Hasnul Fikri, M.Pd. selaku Pembimbing I dan Ibu
Dra. Hj. Syofiani, M.Pd. selaku Pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan,
saran, dan motivasi yang sangat membantu dalam menyelesaikan artikel ini.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Ahadiat, Endut. 2007. Teori dan Apresiasi Kesusasteraan. Padang : Bung Hatta
University Press.
-
Aminuddin, 2011. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Malang: Percetakan Sinar
Baru Algensindo Offset Bandung.
-
Atmazaki. 2007. IlmuSastra: TeoridanTerapan. Padang: UNP Press.
-
Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
-
Moleong, Lexy. J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
-Taufik,
Indra Nugraha. 2010. “Nilai Nasionalisme dalam Buku Elektronik Bahasa Indonesia
untuk Sekolah Dasar Kelas Rendah serta Pengembangan Silabusnya”.Thesis:
Universitas Pendidikan Indonesia.
-
Wellek , Rene dan Austin Warren. 1990. TeoriKesusasteraan. (Terj. Melan Ni
Budianta) Jakarta: Gramedia.
-
Wuryandani, Wuri. 2010. “Integritas Nilai-Nilai Kearifan Lokal Dalam
Pembelajaran Untuk Menanamkan Nasionalisme di Sekolah Dasar”. Makalah.
Yogjakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
-
Rahman, Dul Abdul, 2010. Daun-daun Rindu. Yogyakarta : DIVA Press.
Sumber
Tulisan: E-book Universitas Bung Hatta Padang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar