WASIAT (POPPO)
Cerpen: dul abdul rahman
“Po…pop…po….”
Bunyi
itu seperti menyambut gerimis. Malam kamis. Di luar angin bertiup ganas,
melebas segala pepohonan. Lalu. Ada bau amis.
Semua penduduk di desa itu mendadak
ketakutan. Tak ada yang berani keluar rumah. Anak-anak muda yang biasanya ramai
bercengkerama di gardu pos ronda, pun anak-anak belasan tahun yang gemar
bermain henggo lari, semuanya tak kelihatan batang hidungnya. Malam mencekam. Amat
kelam. Wajah-wajah penduduk digantungi cemas. Sambil berharap tak terjadi
apa-apa pada anggota keluarganya ini malam.
Dahulu, sebagaimana cerita para
orang tua, bila ada kejadian seperti ini, maka akan ada penduduk desa yang
berpulang ke rahmatullah esok pagi. Dan keyakinan seperti itu telah terselip
rapi di benak penduduk setempat. Wajar memang. Karena kejadian serupa setahun
silam pernah terjadi. Tempo itu, kepala desa meninggal secara mengenaskan, perutnya
kosong melompong sehingga ia dikubur dengan perut bolong. Meski sebagian
penduduk percaya bahwa kematian tragis dan aneh kepala desa akibat perbuatannya
yang selalu menyelewengkan jatah beras raskin untuk rakyat miskin, tetapi tetap
saja penduduk dicekam ketakutan.
Peristiwa dua tahun silam pun tak
bisa menghilang dari ingatan penduduk ketika seorang pegusaha yang berlagak
penguasa yang sering dipanggil Haji Loppo tewas mengenaskan. Konon gara-gara ia
amat terkejut mendengar bunyi “po…pop…po” sehingga ia tak bisa menguasai kemudi
mobilnya lalu terperosok masuk jurang yang dalam. Anehnya, perutnya luka
menganga dengan isi perut menghilang. Penduduk setempat percaya bahwa isi perut
Haji Loppo dimakan Poppo. Ada sebagian kecil penduduk yakin kalau Haji
Loppo dikutuk oleh Tuhan. Haji Loppo memang orang paling kaya di kampung itu.
Ia bahkan beberapa kali ke Tanah Suci, tapi penduduk setempat mengenalnya
sebagai tengkulak cengkeh dan kakao yang sangat pelit bin kikir.
Masih menurut cerita para tetua.
Konon, yang berbunyi po…pop…po itu adalah seseorang yang memiliki ilmu hitam, bila
mewujud jadi poppo, wujudnya kadang tak bisa dilihat, hanya bunyinya yang
kedengaran. Sebenarnya dua macam penganut ilmu hitam yang di takuti yaitu poppo
dan parakang. Bedanya, poppo bisa terbang sedangkan parakang cuma di darat. Ilmu
parakang tidak mutlak diwariskan, tetapi ilmu poppo diwariskan secara turun
temurun, bahkan harus diturunkan pada anak. Konon, seorang poppo tidak bisa
meninggal dunia jika tidak ada anggota keluarganya yang mengambil ilmunya
sebagai mana’, ia hanya tersiksa dalam himpitan sakaratul maut dengan
lidah menjulur-julur serta mata terbelalak.
Sementara semua penduduk desa
dikepung kecemasan dan ketakutan. Seorang penduduk yang bernama Labillang
kelihatan tenang-tenang saja. Bahkan ada harapan yang menggelayut dibenaknya.
Sebagai seseorang yang berprofesi sebagai penggali kubur, ia memang selalu
menggantung harapan di atas penderitaan orang lain. Prinsip penggali kubur, ada
mayat ada uang, ada uang ada makanan.
Malam itu sepertinya harapan besar
buat Labillang. Karena di kampung itu seorang pengusaha kaya raya saudara
almarhum Haji Loppo yang bernama Haji Lolo sakit keras. Bahkan penduduk
setempat memprediksi umur Haji Lolo tak akan lama lagi. Yang was-was hanyalah
keluarga calon almarhum, mereka cemas
kalau-kalau kematian Haji Lolo kelak mengikuti jejak Haji Loppo. Di rumah yang
lain, Labillang kelihatan tidak begitu bersemangat. Tiba-tiba ia merasa ngeri.
Makanannya berbau maut. Ia seperti diintip sakaratul maut.
…
Tujuh bulan yang lalu
“Woh…oh…woh!” Perempuan tua itu
mengerang kesakitan. Antara hidup dan mati. Lidahnya menjulur-julur. Pun
matanya terbelalak.
“Woh…oh! Billang!” Ia terus merintih
sambil memanggil cucu tunggalnya.
“Nek! Aku disini, aku tak pernah
meninggalkan nenek.”
“Woh…oh…woh! Billang! Billang!”
Sepertinya perempuan tua itu tidak mendengar suara cucunya.
“Nek! Apa yang terjadi? Billang
menggoyang-goyang tubuh neneknya.
“Cucuku, Nenek tak akan lama lagi
disini. Nenek sudah kangen sama kedua orang tuamu, dan kakakmu.”
“Jangan pergi Nek!” Billang terus
memeluk neneknya.
“Nenek harus pergi. Sebelum nenek
pergi, akan nenek ceritakan semua rahasia tentang keluargamu.”
“Rahasia?“
“Ya rahasia cucuku. Dulu orang
tuamulah yang paling kaya di kampung ini. Ayahmu adalah seorang pedagang yang
gigih dan ulet. Ibumu adalah anakku satu-satunya. Nenek tidak punya saudara.
Sebagai anak tunggal, harta nenek adalah harta ibumu juga. Namun semuanya….”
Suara perempuan tua itu tercegat. Airmata terus menghiasi wajahnya yang
mengeriput. Sementara Labillang hanya terpekur di sudut.
“Lanjutkan
ceritanya Nek!”
“Baiklah
cucuku. Karena kesuksesan kedua orang tuamu, banyak orang yang iri dan berusaha
menjatuhkannya. Termasuk kepala desa yang telah meninggal setahun silam.”
“Kepala
desa?” Labillang kian penasaran.
“Ya
kepala desa itu. Sebenarnya ia adalah pamanmu sendiri. Saudara sepupu ayahmu.
Namun ia benci pada ayahmu yang tidak mendukungnya sebagai kepala desa. Hanya
ayahmulah satu-satunya di desa ini yang berani mengeritiknya.”
“Tapi
kenapa ia bisa terpilih jadi kepala desa sampai beberapa periode Nek?”
“Tidak
ada yang berani mencalonkan diri jadi kepala desa selama ia juga masih
mencalonkan diri kecuali ayahmu. Dan….” Sekali lagi perempuan tua itu
tercegat. Ada duka yang menghiris
wajahnya.
“Dan
kenapa Nek” Labillang kian menyelidik.
“Semoga
kau bisa menerima kenyataan ini cucuku, kedua orang tuamu serta kakakmu dibunuh
secara kejam oleh orang suruhan kepala desa yang bersekutu dengan Haji Loppo
dan Haji Lolo.”
“Tapi
kenapa aku bisa selamat Nek?”
“Tempo itu, kau masih bayi belum
mengerti apa-apa, mungkin mereka tidak sampai hati membunuhmu.”
“Bajingan!”Labillang mengutuk.
“Sabarlah cucuku! Tak ada gunanya
mendendam. Nenek telah mendendam kepada mereka yang telah mendzalimi orang
tuamu tapi apa yang nenek dapatkan? Tidak ada. Hanya menumpuk dosa. Ingat
cucuku! Hanya menumpuk dosa dan penyesalan.”
“Maksud nenek?”
“Dengarkanlah cucuku. Masih banyak
yang perlu nenek ceritakan sebelum nenek mengharap keharibaanNya.”
“Lanjutkan Nek”
“Karena kekejaman kepala desa dan
orang-orang suruhannya, nenek sangat mendendam. Tapi tak mungkin nenek bisa
membalas dendam secara langsung, nenek tak punya kekuatan. Akhirnya nenek pergi
berguru dan mewarisi ilmu poppo dari seorang tetua di kampung sebelah. Dan
begitulah, kepala desa dan Haji Loppo telah jadi korban ilmu itu.” Perempuan
tua itu berhenti sejenak.
“Jadi…jadi.” Labillang tergeragap.
“Maaf cucuku, nenek mengerti
maksudmu. Kau tak sudi mewarisi ilmu hitam nenek. Tapi nenek terpaksa mewariskan
kepadamu, karena ilmu ini tak bisa hilang dan tidak mungkin diwariskan pada
orang lain sebelum diwariskan pada turunan sendiri. Dan ketika kau sudah
mewarisi ilmu ini jangan lagi diwariskan pada keturunanmu kelak, pun orang
lain. Nenek yakin kau bisa melepaskan diri dari ilmu sesat ini suatu saat
dengan memperdalam ilmu agama, pergilah belajar pada kiyai dan ustadz.”
“Woh…oh…woh!” Tiba-tiba perempuan
tua itu merintih kesakitan. Lidahnya menjulur-julur. Mata terbelalak galak.
Khkhkh! Perempuan tua itu telah
menutup mata untuk selama-lamanya. Tapi mendadak keanehan menjelma pada
Labillang. Lidah Labillang menjulur-julur, matanya memerah galak terbelalak. Lalu.
Pop…po…poppo.
…
Malam kamis itu masih terus
mencekam. Penduduk desa masih ketakutan. Di sebuah rumah mewah, menghadap ke
utara di sebelah timur rumah Labillang, ramai orang berkumpul. Mereka adalah
sanak keluarga yang menunggui Haji Lolo. Haji Lolo memang lagi sakit keras.
Sementara itu. Di rumahnya,
Labillang terus komat-kamit. Ia meracau. Matanya terbelalak, pun lidah
menjulur-julur. Seperti ia menahan geram yang maha dahsyat. “Bangsat kau Haji
Lolo, terimalah pembalasanku.”
Hening sejenak. Lalu. Ia kembali
komat-kamit. Bukan meracau. Karena lafadz yang ia ucapkan adalah ayat-ayat suci
Al-Quran. Lalu. Seperti ada dua makhluk asing yang berperang kejam dalam
tubuhnya.
“Tidak! Tidak! Aku tak boleh
mendendam.”
“Aku harus membunuhnya.”
“Tidaaak! Aku harus ingat pesan
nenek.”
“Nyawa harus dibalas dengan nyawa.”
“Tidaaaak.”
Kh…kh…khkh. Tubuh Labillang
terhempas melawan kekuatan dahsyat dalam tubuhnya. Sesosok bayangan hitam
keluar dari mulutnya disertai bunyi po…pop…po. Lalu menghilang bersama malam.
Labillang terus melantunkan ayat-ayat suci.
Keesokan harinya. Labillang terlihat
asyik menggali kuburan bersama rekan-rekannya. Haji Lolo memang telah meninggal
dunia. Keluarganya sangat bersyukur karena mayat Haji Lolo tidak mengalami
keanehan seperti yang mereka prediksi sebelumnya.
Sambil menggali kuburan, mata
Labillang berkaca-kaca. Ia teringat akan pesan neneknya. Ia bertekad menjaga
pesan neneknya itu sebagai wasiat. Tak boleh ada dendam. Labillang berharap wasiat
neneknya menjadi lampu penerang baginya menjalani hari-hari mendatang. Langit
kian cerah. Secerah hati Labillang.
Sinjai-Makassar, 2008
Catatan
mana’(Bugis)=
warisan
Cerpen ini pernah
dimuat KORAN SINDO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar