CELANAKU CELANA PRESIDEN
(dari sebuah catatan harian)
Ketika aku masih sekolah di Madrasah Ibtidaiyah Buludatu dan masih duduk
di kelas satu, aku diledek oleh teman-temanku karena celana yang kupakai nampak
kebesaran. Tentu saja saat itu aku menangis dan bergegas pulang ke rumah.
Setiba di rumah aku langsung mengadu pada ibuku bahwa teman-temanku
mengolok-ngolok celanaku yang kebesaran, aku minta pada ibuku agar menjahitnya
kembali dengan ukuran yang lebih kecil dan pas di badanku. Ibuku hanya
tersenyum-senyum mendengar penjelasanku. Kemudian ia menciumku dengan penuh
kasih sayang dan menepuk-nepuk celanaku.
Lalu ibuku membuka buku bergambar
mantan Presiden Soekarno lalu berujar “Lihatlah Nak! Ini fotonya mantan Presiden
Soekarno waktu sekolah dulu, celananya besar juga kan? Makanya Presiden
Soekarno itu pintar, ibu yakin engkau juga akan pintar seperti mantan Presiden Soekarno
karena celanamu juga besar”
Ucapan
ibuku kala itu benar-benar memberiku semangat yang luar biasa, dan aku langsung
berlari kembali ke sekolah dengan tersenyum-senyum sambil menenteng buku
bergambar mantan Presiden Soekarno itu. Dan bila ada yang mengejekku lagi bahwa
celanaku kebesaran, aku tidak bersedih lagi. Aku bahkan langsung tersenyum
bangga dan langsung menunjukkan foto mantan Presiden Soekarno waktu masih kecil
yang juga celananya kebesaran, lalu berujar “Jangan salah kawan-kawan! Aku
sengaja meniru model celana mantan Presiden Soekarno biar aku juga bisa pintar
seperti beliau.”
Akhirnya
celana itu aku pakai sampai tamat di Madrasah Ibtidaiyah Buludatu. Dan
alhamdulillah pernyataan ibuku benar adanya karena aku selalu ranking satu terus
menerus sampai tamat dari Madrasah Ibtidaiyah Buludatu, bahkan di MTsN dan SMA
juga aku selalu ranking satu. Ibuku sangat bangga karena disamping aku selalu
ranking satu, ia juga sangat menghemat karena cuma sekali saja ia membelikan celana
sekolah untukku. Rupanya inilah alasan utama ibuku membelikan aku celana yang
besar karena bisa dipakai selama enam tahun. Tapi itu tak menjadi soal buatku
karena orang tuaku memang miskin. Tapi biarpun miskin, mereka tetap cerdas.
Termasuk cerdas memilih celana yang bisa dipakai sampai enam tahun.
catatan harian ini
termaktub dalam buku DAUN-DAUN RINDU, hal 82 & 83