Minggu, 10 Juni 2012
KUMBANG JELEK JATUH CINTA
Judul Buku : Pohon – Pohon Rindu
Penulis : Dul Abdul Rahman
Tahun : 2009
Penerbit : DIVA Press (Anggota IKAPI)
Kota Penerbit : Jogjakarta
Tebal Halaman : 352 halaman
Jenis Buku : Fiksi
Novel karangan Dul Abdul Rahman ini bercerita tentang Beddu Kamase (Beddu), seorang anak pensiunan hansip yang rajin dan pandai di sekolahnya, SMA Negeri Bikeru Sinjai Selatan. Selain itu, anak yang patuh dan hormat pada guru dan orang tua ini juga aktif dalam Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Beddu memiliki empat sahabat karib di sekolahnya, yaitu Anton yang cuek, Dayat yang Alim, Umar yang bandel dan Hutbah yang playboy.
Ketika tahun ajaran baru Beddu bertemu dengan Andi Masniar (Nia), sesosok gadis yang mengenalkannya pada perasaan yang disebut cinta. Awalnya, perasaan Beddu itu tidak disambut baik oleh Nia. Terlebih lagi Beddu harus bersaing dengan Hutbah yang sudah berpengalaman dalam urusan perempuan. Sebenarnya, dibalik itu semua, jurus maut Hutbah merayu perempuan tetap tidak ada apa-apanya tanpa kata-kata puitis olahan Beddu dalam setiap surat cinta yang Hutbah berikan kepada perempuan incarannya. Dan surat cinta yang Hutbah berikan kepada Nia pun merupakan karya Beddu yang tak lain adalah hasil penuangan isi hati Beddu sendiri pada Nia.
Nama Beddu yang tertera dalam surat cinta Hutbah tersebut mendatangkan musibah bagi Beddu. Surat cinta itu membuatnya dipermalukan oleh Nia di depan umum.
Kala itu Nia melemparkan surat cinta itu pada Beddu di depan perpustakaan seraya meneriakinya “kumbang jelek”. Kumbang adalah sebuah simbol diri Beddu yang dituangkan dalam puisi sebagai pelengkap surat cinta Hutbah. Namun, sejak kejadian itu Beddu semakin termotivasi untuk menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya kepada Nia.
Usaha Beddu tak sia-sia, Beddu berhasil menunjukkan kepandaiannya pada Nia melalui juara umum yang diraihnya. Prestasi itu kemudian membuat Nia mulai memperhatikan Beddu dan mulai sadar bahwa orang yang dijuluki kumbang jelek itu bukanlah orang sembarangan. Selain itu, Beddu menuangkan bakat menulis kata-kata puitisnya melalui mading kelasnya. Karya-karyanya pun kemudian menjadi buah bibir warga sekolah, terutama kaum perempuan. Saat itu pula, Nia semakin sadar bahwa laki-laki yang telah dipermalukan di depan umum itu bukanlah orang biasa. Nia berusaha untuk meminta maaf pada Beddu tentang kesalahannya tersebut. Nia merasa sangat bersalah atas apa yang telah dilakukannya terhadap Beddu. Meskipun Beddu sudah bisa memaafkan Nia, namun sikapnya masih dingin terhadap Nia.
Bergabungnya Nia sebagai anggota KOMPITA, Kelompok Pecinta Alam yang didirikan oleh Beddu dan kawan-kawannya, membuat hubungan Beddu dan Nia semakin dekat. Bahkan kedekatan mereka tersebut yang kemudian memberanikan Beddu untuk berkunjung ke rumah Nia sesuai dengan undangan ayah Nia. Ayah Nia, atas nama keluarga Nia, meminta maaf kepada Beddu mengenai kesalahan yang pernah Nia lakukan pada Beddu. Keluarga Nia yang berpendidikan itu membuat Beddu semakin termotivasi untuk menjadi orang yang berpendidikan juga agar dapat diterima oleh keluarga Nia.
Setamat SMA, Beddu pun melanjutkan pendidikannya ke Universitas Hasanuddin Makassar. Sebelum berangkat ke Makassar, Beddu dan Nia sempat mengucapkan janji untuk saling setia di bukit yang terletak di sebelah selatan SMA Bikeru, bukit Bulu Paccing. Dan disana pula, mereka yang sama-sama cinta lingkungan juga berjanji untuk menjaga hutan sebagai simbol dari cinta mereka. Bagi mereka, menjaga hutan sama artinya menjaga cinta mereka. Ketika enam bulan pertama menjalani masa kuliahnya, Beddu dikagetkan dengan sikap Nia yang benar-benar manja. Kala itu, Nia menelepon Beddu dan memintanya untuk segera kembali ke Sinjai dengan alasan bahwa ia sangat rindu pada Beddu.
Apakah hanya itu saja alasan Nia meminta Beddu untuk segera kembali ke kampung halaman? Silahkan rasakan nuansa romansa antara Beddu dan Nia dengan membaca secara lengkap tulisan Dul Abdul Rahman ini. Novel yang disajikan dengan sudut pandang orang pertama sebagai tokoh utama ini, mengangkat tema kasih tak sampai antara Beddu dan Nia dengan begitu menyentuh dan begitu dekat dengan kehidupan nyata. Suasana menyenangkan dan bahagia memang kurang mendapat tempat dalam novel ini, bahkan lebih di dominasi oleh suasana yang penuh haru dan mengundang air mata. Namun, penataan alur yang dibuat oleh penulis dapat menghadirkan emosi para pembaca dan memiliki daya pikat yang kuat dalam setiap tahapannya. Budaya Bugis yang begitu kental dan melekat pada tokoh utama serta tokoh-tokoh lainnya semakin menguatkan karakter mereka dalam novel ini.
Kisah cinta yang diangkat oleh penulis dituangkan ke dalam hal yang positif serta diiringi dengan pesan-pesan mendidik yang tersirat di dalamnya. Para remaja dapat menjadikan kisah ini sebagai pembelajaran moral yang positif ketika mulai merasakan apa itu cinta dan menyikapinya ke arah yang positif.
Diposkan oleh Emilia Yulisita di 7:32:00 AM
sumber tulisan: www.sitayulisita.blogspot.com
Langganan:
Postingan (Atom)