“Sebuah novel yang kaya konflik, bahkan muslihat, yang mampu menyeret setiap pembacanya untuk terus mengikuti alur kisahnya. Sebuah novel yang mengandung ajaran-ajaran hidup penuh kesetiaan dalam goda apa pun. Menarik sekali….”
(KH. D. Zawawi Imron; kiai, budayawan, penyair senior nusantara, yang tinggal di Madura)
Sampul belakang…
Barra Tobarani, Lahajji, Sallasa, dan Mattorang terus mempertahankan tanah dari pihak perkebunan PT Lonsum yang didukung pemerintah. Barra Tobarani berada di garis depan kemudian memprakarsai terbentuknya sebuah LSM demi membebaskan penduduk dari teror yang datang silih berganti. Tapi, usaha itu sepertinya selalu menemui jalan buntu.
Lamakking pun diutus oleh pihak perkebunan untuk menghalau Barra Tobarani dan kawan-kawannya. Lamakking sebenarnya bukanlah tokoh antagonis, tapi ia punya dendam pribadi terhadap Barra Tobarani. Ia tanpaa ragu menjalankan tugasnya demi membalas rasa sakit hatinya. Ia tidak peduli jika akhirnya dirinya hanya akan jauh lebih merasa sakit hati.
Novel ini membawa kita jauh menyeberang hingga Negeri Jiran, Malaysia. Konflik demi konflik datang silih berganti mewarnai perjalanan hidup Barra Tobarani dan Lamakking. Jika Barra Tobarani sibuk memperjuangkan tanahnya, maka Lamakking tidak kalah gigih dalam memperjuangkan cintanya pada Sarifah. Lalu, di mana konflik itu akhirnya berakhir? Kapan segala huru-hara berhenti untuk selamanya?
Temukan jawabnya dalam novel luar biasa ini!!!