Sabtu, 02 November 2013

CELANAKU CELANA PRESIDEN


CELANAKU CELANA PRESIDEN
(dari sebuah catatan harian)

Ketika aku masih sekolah di Madrasah Ibtidaiyah Buludatu dan masih duduk di kelas satu, aku diledek oleh teman-temanku karena celana yang kupakai nampak kebesaran. Tentu saja saat itu aku menangis dan bergegas pulang ke rumah. Setiba di rumah aku langsung mengadu pada ibuku bahwa teman-temanku mengolok-ngolok celanaku yang kebesaran, aku minta pada ibuku agar menjahitnya kembali dengan ukuran yang lebih kecil dan pas di badanku. Ibuku hanya tersenyum-senyum mendengar penjelasanku. Kemudian ia menciumku dengan penuh kasih sayang dan menepuk-nepuk celanaku. 

Lalu ibuku membuka buku bergambar mantan Presiden Soekarno lalu berujar “Lihatlah Nak! Ini fotonya mantan Presiden Soekarno waktu sekolah dulu, celananya besar juga kan? Makanya Presiden Soekarno itu pintar, ibu yakin engkau juga akan pintar seperti mantan Presiden Soekarno karena celanamu juga besar” 

Ucapan ibuku kala itu benar-benar memberiku semangat yang luar biasa, dan aku langsung berlari kembali ke sekolah dengan tersenyum-senyum sambil menenteng buku bergambar mantan Presiden Soekarno itu. Dan bila ada yang mengejekku lagi bahwa celanaku kebesaran, aku tidak bersedih lagi. Aku bahkan langsung tersenyum bangga dan langsung menunjukkan foto mantan Presiden Soekarno waktu masih kecil yang juga celananya kebesaran, lalu berujar “Jangan salah kawan-kawan! Aku sengaja meniru model celana mantan Presiden Soekarno biar aku juga bisa pintar seperti beliau.” 

Akhirnya celana itu aku pakai sampai tamat di Madrasah Ibtidaiyah Buludatu. Dan alhamdulillah pernyataan ibuku benar adanya karena aku selalu ranking satu terus menerus sampai tamat dari Madrasah Ibtidaiyah Buludatu, bahkan di MTsN dan SMA juga aku selalu ranking satu. Ibuku sangat bangga karena disamping aku selalu ranking satu, ia juga sangat menghemat karena cuma sekali saja ia membelikan celana sekolah untukku. Rupanya inilah alasan utama ibuku membelikan aku celana yang besar karena bisa dipakai selama enam tahun. Tapi itu tak menjadi soal buatku karena orang tuaku memang miskin. Tapi biarpun miskin, mereka tetap cerdas. Termasuk cerdas memilih celana yang bisa dipakai sampai enam tahun.

catatan harian ini
termaktub dalam buku DAUN-DAUN RINDU, hal 82 & 83